Mohon tunggu...
Raditya Mahendra Putra
Raditya Mahendra Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - coret-coret media untuk berisik

Trah manungsa kang #beranibeda!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebebasan Akademik, Benar Bebas atau Berusaha Dirampas?

28 Mei 2024   07:15 Diperbarui: 28 Mei 2024   07:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penilaian kinerja akademisi dalam mengawal demokrasi adalah perdebatan kompleks dan bervariasi tergantung pada sudut pandang individu. Namun, keberadaan akademisi yang kritis, berkomitmen pada integritas akademik, dan berani menyuarakan pandangan mereka merupakan aspek penting dalam menjaga dan mengembangkan demokrasi yang sehat. Mereka "para akademisi" bekerja atau berkontribusi secara penuh dalam memperkuat demokrasi itu sendiri. 

Kebebasan akademik menjadi suatu harapan. 

Peran mereka sangat penting untuk menjadi pelopor kritik, baik kritik akan kepentingan politik, kritik antar sesama ilmuan, dan  kritik sebagaimana agenda kita bersama yaitu terciptanya ruang demokrasi. Dalam konteks demokrasi, akademisi turut menjadi bagian perkembangan. Mereka memiliki kapasitas untuk melakukan penelitian independen, menghasilkan pemikiran kritis, dan menyampaikan informasi yang faktual kepada masyarakat. Pun, peran akademisi juga dapat berperan sebagai pengawas terhadap kebijakan publik dan menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah. 

Namun, tantangan yang dihadapi oleh akademisi dalam menjalankan peran mereka juga perlu diperhatikan. Pembatasan ruang untuk menyuarakan sebebas-bebasnya pengkritikan kini mulai dilakuakan perampasan. Ya, seperti pembatasan kebebasan akademik sebagaimana terdapat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 40 Tahun 2015 yang mengatur pengawasan dan pengendalian terhadap institusi pendidikan tinggi dan kegiatan akademik di Indonesia. Didalamnya, terdapat interpretasi yang konon ketat untuk membatasi kebebasan akademik dan mempengaruhi konten penelitian atau pendidikan yang kontroversial atau kritis. 

Belum lagi kemudian ancaman terhadap keamanan, terkhususnya aktivitas mereka di dunia maya. Mengingat saat ini medium digital diposisikan sebagai satu ruang yang bebas yang dapat digunakan oleh siapa saja termasuk termasuk oleh masyarakat sipil dalam memperkuat aktivisme digital mereka. Namun tidak dipungkiri bahwa medium digital seringkali tidaklah sebebas yang dibayangkan karena ia ternyata dapat dikooptasi oleh kelompok anti demokrasi baik yang berasal dari negara ataupun di luar negara. 

Merambahnya teror siber ke ranah ruang publik digital mulai merajalela, dan ini bukan berarti tanpa dampak apapun, terutama dalam konteks kebebasan untuk berpendapat juga sangat berpengaruh, dan tentu ini akan berevolusi dan dampaknya semakin meluas hingga ke ranah kebebasan internet. Di korupsi melalui pasal-pasal karet pada UU ITE, misalnya.

Benar katanya, kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyuarakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah. Soe Hok Gie.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun