Mohon tunggu...
I Gede Aditya Mahendra
I Gede Aditya Mahendra Mohon Tunggu... -

destiny doesnt exist

Selanjutnya

Tutup

Money

Middle Income Trap di Indonesia?

6 November 2013   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini “middle income trap” menjadi bahasan menarik di Indonesia. Apa itu “middle income trap”? “Middle income trap” adalah kondisi dimana suatu negara mampu melakukan pertumbuhan ekonomi secara cepat hingga mencapai level “middle income country” tetapi tidak mampu untuk berkembang lebih jauh.

Topik ini berkembang lebih jauh setelah pada semester kedua 2013 Indonesia tak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 6%, dimana sebelumnya target pertumbuhan ekonomi kita sebesar 6,3%. Apa yang terjadi? Indonesia akan berhenti di sini? Kita tidak mampu melangkah lebih jauh lagi?

Penurunan permintaan domestik, yang pada tahun 2008 menjadi salah satu kunci keluar dari krisis, dimana Presiden menyerukan “keep buying strategy”, menjadi salah satu faktor penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini salah satunya dipengaruhi kenaikan harga BBM. Selain itu, penurunan nilai ekspor juga turut berpengaruh. Kriteria Negara berpenghasilan menengah diawali pendapatan per kapita 3000 US dollar, dimana pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3498 US dollar. Cukup riskan bukan?

Kriteria Middle Income Trap

Secara garis besar ada empat indikasi suatu negara masuk ke dalam “middle income trap” yaitu:

1.Rasio investasi rendah

2.Lemahnya pertumbuhan dari sisi manufaktur

3.Kurangnya diversifikasi investasi

4.Lemahnya sumber daya manusia

Keempat indikator ini menjadi suatu acuan terjadinya jebakan pendapatan kelas menengah, ibaratnya saat ekonomi sedang lesu, peningkatan taraf hidup justru berhenti. Brazil dan Meksiko mengalami hal tersebut pertengahan abad ke 20, dan hingga kini sepertinya belum mampu keluar dari jebakan itu.

Dari rasio investasi setidaknya Indonesia cukup baik, tahun 2009 rasio investasi terhadap GDP sebesar 30%. Rasio investasi ini sangat berpengaruh terhadap ketiga kriteria lainnya, terlebih ini akan membuka banyak lapangan kerja. Karena salah satu kekhwatiran topik ini mengemuka adalah terjadinya demo buruh yang bisa berakibat para investor luar negeri menarik dananya dari Indonesia karena kurangnya stabilisasi keamanan dan ekonomi di Indonesia. Sedangkan pada semester pertama 2013 Indonesia mampu mencatat angka investasi manufaktur sebesar Rp. 100 triliun, walaupun 76%nya berasal dari penanaman modal asing. Tetapi rasionya terus menurun terhadap GDP, menurut BPS pada semester pertama 2013, rasio investasi manufaktur terhadap GDP di bawah 24%.

Diversifikasi Indonesia juga rendah, pertumbuhan ekonomi kita seperti yang disebutkan di atas lebih banyak ditopang ekspor bahan mentah yang kurang memiliki nilai tambah, serta konsumsi dalam negeri. Selain itu hal itu dipicu oleh dana R&D yang rendah dari pemerintah, sehingga kita kesulitan mengembangkan industri dan juga bersusah payah mencari energi alternatif. Sebagai perbandingan dalam rentang waktu 2005-2010 rasio R&D kita hanya sebesar 0,76% dari APBN, dimana negara seperti Jerman memiliki rasio sebesar 2,82% dan Korea sebesar 3,74%.

Sedangkan kualitas SDM yang lebih buruk dibandingkan Malaysia dan Singapura juga menjadi tantangan, menurut Enny Sri Hartati, walaupun anggaran pendidikan sebesar 20% dari anggaran, sebenarnya rakyat hanya menikmati 30% dari pagu anggaran yang ada. Di lain sisi dari data BPS, untuk tenaga kerja, pada tahun 2012, dari total orang yang bekerja, sebanyak 30% adalah pegawai tanpa kontrak, pegawai permanen dan pegawai dengan kontrak jangka panjang masing-masing 3%.

Strategi Pemerintah

Menko Perekonomian Hatta Radjasa menyebutkan ada 3 strategi pemerintah untuk mengatasi perangkap ini, yang pertama percepatan peningkatan infrastruktur yang digalkkan hingga tahun 2025. Hal ini berdasarkan paparan World Bank bahwa penyebab suatu negara masuk ke dalam “middle income trap” adalah infrastruktur yang tidak memadai sehingga berakibat multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kedua adalah peningkatan kemandirian pangan , karena sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, yang akan berakibat peningkatan kesejahteraan petani. Jurus ketiga adalah proteksi terhadap rakyat miskin, sebagai akibat disparitas antara si kaya dan si miskin yang begitu tinggi.

Kesimpulan

Topik middle income trap ini memang hangat belakangan ini, seperti biasa, investasi asing yang luar biasa di negara ini, berakibat rentannya terhadap gejolak luar negeri, kualitas SDM yang kurang, angka R & D yang minim, infrastruktur yang memadai mewarnai beberapa tanda kesana. Strategi yang diwacanakan pemerintah patut ditunggu, karena kebijakan- kebijakan tersebut membutuhkan jangka waktu yang panjang, di sisi lain tahun depan 2014 adalah tahun pemilihan umum, dimana inkonsistensi kebijakan terjadi terlebih jika dikuasai oleh rezim yang baru. Menurut Homi Kharas, deputi senior Global Economy and Development ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk lepas dari jebakan ini, adapaun itu adalah membuat Universitas berdaya saing tinggi, memberlakukan institusi publik yang adil, transparan dan memiliki akuntabilitas yang baik, membuat kultur dalam pengambilan keputusan secara bijaksana,  serta pola pikir bahwa keberlanjutan dari lingkungan merupakan sebuah proses berkesinambungan. Transformasi ke sektor- sektor yang lebih modern dan berdaya saing global juga harus digalakkan, karena kemampuan ekspansi dan berdaya saing global adalah syarat suatu negara untuk terus berkembang. Tetapi transformasi ini bisa memiliki 2 mata uang, karena bisa sangat kompleks hanya tergantung dari, siapa yang menjalankan kebijakan ini, kemampuan implementasi dan kemampuan menghasilkan kebijakan fiskal dan politik yang mendukung kebijakan ini. Bisakah Indonesia?

Hanya sedikit cerita seorang murid yang sok tahu, semoga sedikit memberi manfaat,

Salam hangat,

I Gede Aditya Mahendra

http://www.bruegel.org/publications/publication-detail/publication/797-will-income-inequality-cause-a-middle-income-trap-in-asia/

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/01/2/185411/Pertumbuhan-Ekonomi-2013-2014-di-Bawah-Enam-Persen

http://wdi.worldbank.org/table/5.13

http://sukmainspirasi.com/weekly-buzz/item/1354-hatta-pemerintah-jalankan-3-jurus-hindari-middle-income-trap

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun