Mohon tunggu...
Humaniora

Manusia Asuhan Feminis

27 Maret 2017   14:10 Diperbarui: 27 Maret 2017   14:14 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari perempuan internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret tidak terlepas dari perjuangan perempuan dalam memperoleh hak-haknya yang direnggut oleh sistem kapitalisme, dimana sistem tersebut membuat tidak adanya emansipasi, kuatnya diskriminasi hak antara laki-laki dan perempuan, dan mempertahankan budaya patriarki. Maka, perjuangan pembebasan perempuan bermakna menuntut kesetaraan ekonomi, sosial, politik, dan budaya, menyerang dasar-dasar hidupnya kapitalisme. Secara objektif, integral dalam perjuangan kelas.

Sejarah perjuangan perempuan dalam hari perempuan internasional jangan dipandang sebagai euforia belaka, namun sejarah perjuangan perempuan merupakan perjuangan kaum perempuan dalam merebut haknya yang dirampas sebagai manusia sehingga, penting untuk terus memastikan keberlanjutannya, di pabrik, di kampus, perempuan tani, perempuan migran, perempuan buruh, perempuan mahasiswa.

Apa yang bisa kita maknai pada hari perempuan internasional kali ini?

Perempuan beserta penindasannya memiliki usia yang begitu tua. Maka, proses penyadaranya membutuhkan upaya-upaya militan, konsisten dan serius. Kekerasan terhadap perempuan masih berada di angka yang mengkhawatirkan. Persoalannya ternyata lebih kompleks. Dalam kekerasan di ranah rumah tangga, perempuan masih diselimuti ketakutan untuk melapor, dan yang paling berbahaya adalah hidupnya politik menyalahkan korban. Ya, patriarki memberikan karakter yang menghambat keberanian melapor bagi perempuan karena relasi kuasa dalam sosial. Apalagi ditopang oleh gagasan-gagasan religi.

Komnas Perempuan merilis data sebanyak 321.752 kekerasan fisik dan seksual. Bila tahun lalu kekerasan seksual menempati peringkat ketiga, tahun ini naik di peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus), dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). 

Beberapa kasus yang direkam oleh Komnas Perempuan adalah terjadi kekerasan terhadap perempuan (pekerja rumah tangga dan istri) yang diduga dilakukan oleh pejabat publik dari anggota parlemen, serta kejahatan perkawinan yang dilakukan artis (Siaran Pers Komnas Perempuan Catatan Tahunan 2016). Dan itu angka dari perempuan yang berani melaporkan, belum termasuk yang masih takut. 

Ketakutan perempuan dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga didominasi oleh alasan ‘demi keutuhan rumah tangga’, juga kejamnya persepsi sosial yang ‘merendahkan’ janda. Kesadaran sosial yang patriarkis ini pun berkontribusi sangat besar sehingga memaksa perempuan untuk tetap bertahan dalam kekerasan rumah tangga.

Secara ekonomi-politik, persoalan perempuan masih eksis dari ranah publik hingga privat. Model produksi sepanjang peradaban manusia–perbudakan hingga kapitalisme–tidak akan sanggup membebaskan perempuan sebagai tenaga produktif. Bahkan di dalam pabrik, proses biologis perempuan (hamil, haid, menyusui) dijadikan dalih untuk mem-PHK, menekan posisi-tawar perempuan atas upah, mendiskriminasi. Organisasi-organisasi perempuan pun masih terus tersubirdinasi dalam organisasi induknya. Praktik-praktik pelecehan seksual juga masih berlangsung secara sunyi.

Harus terus bergerak, memulai dan lanjutkan membangun pergerakan pembebasan perempuan

Masalah-masalah seperti kekerasan seksual,kekerasan rumah tangga, stigmatisasi sering kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari baik di bidang pendidikan, pabrik-pabrik, dan di sektor kerja lainnya. Kita sudah menemukan apa penyebab penindasan terhadap perempuan sehingga sebab-sebab itulah yang dihancurkan. Boleh saja dalam aspek taktis, pekerjaan bermuatan afirmasi dilakukan, termasuk intervensi kebijakan, namun bukan itu yang dikonsentrasikan untuk diperjuangkan.

Sejarah perubahan sistem politik dan ekonomi secara radikal, termasuk perubahan mode produksi adalah sejarah terkonsentrasinya tenaga produktif (tersentralisasinya kekuatan-kekuatan politik yang menghendaki perubahan). Tanpa sentralisasi kekuatan, gerakan sulit untuk menciptakan dan memberi pengaruh politiknya. Sehingga, persatuan gerakan menjadi begitu relevan untuk merevolusionerkan keseluruhan sistem kekuasaan, dengan begitu, perubahan masyarakat yang adil dan setara akan menjadi tugas yang seiring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun