kereta api selalu menghadirkan kenangan dan kesan tersendiri. Bagi saya, salah satu kenangan yang tak terlupakan adalah saat pertama kali naik kereta sendirian di masa kuliah. Saat itu, saya hendak pulang dari Yogyakarta ke Surabaya. Kereta yang saya naiki jauh dari kesan nyaman seperti sekarang. Penumpang berjubel tak karuan dan tak ada jaminan mendapatkan kursi. Perjalanan panjang dengan posisi duduk yang tidak teratur sering kali menjadi ujian tersendiri.
Setiap perjalanan denganSalah satu pengalaman yang benar-benar berkesan adalah ketika saya mendapati seseorang tidur di bawah kursi yang saya tempati. Lantaran kepadatan penumpang, orang tersebut terpaksa menggelar alas seadanya di sana untuk bisa beristirahat.Â
Sebagai penumpang yang duduk di atasnya, saya tak punya pilihan selain melipat kaki sepanjang perjalanan agar tidak menginjak kepala orang tersebut. Rasanya lucu sekaligus ironis jika mengenang kembali situasi tersebut, tetapi itulah realitas perjalanan dengan kereta pada masa itu.
Tidak hanya soal keterbatasan kursi, suasana gerbong juga sangat riuh. Kereta kerap kali disesaki oleh pedagang yang menawarkan dagangan mereka saat kereta berhenti di setiap stasiun.Â
Mulai dari makanan, minuman, hingga aksesoris dan lukisan bisa dijumpai di lorong gerbong. Memang, kehadiran pedagang ini sedikit membantu penumpang yang membutuhkan sesuatu selama perjalanan, tetapi, di sisi lain, kenyamanan penumpang sangat terganggu dengan hiruk pikuk yang terjadi. Belum lagi, pengamen yang keluar-masuk gerbong atau sulitnya akses ke kamar mandi karena banyak orang yang tidur di depannya.
Lebih dari itu, keamanan belum menjadi perhatian utama pada masa itu. Tanpa adanya pendingin ruangan, jendela kereta harus dibiarkan terbuka lebar agar udara bisa masuk. Sayangnya, situasi ini dimanfaatkan oleh pencoleng yang selalu mencari kesempatan. Mereka tak segan-segan menyambar barang bawaan penumpang yang digantung di dekat jendela.
Saya sendiri pernah menyaksikan langsung aksi pencurian ini. Seorang pencoleng berani bergantung pada temannya yang berada di atas gerbong, meraih tas yang sudah menjadi incarannya dari balik jendela. Ketika penumpang sadar dan berteriak, kereta sudah mulai berjalan, dan para pencoleng pun menghilang begitu saja.
Kenangan ini memberikan saya perspektif yang kontras dengan kondisi kereta api saat ini, terutama setelah berbagai inovasi besar yang terjadi di bawah kepemimpinan Bapak Didiek Hartantyo, sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dengan arahannya, KAI telah melakukan transformasi besar dalam memberikan pelayanan terbaik bagi penumpang.
Sejak 2020, KAI berfokus pada inovasi yang memperkuat daya tarik kereta api sebagai transportasi publik, mencakup perbaikan fasilitas dan layanan yang lebih modern dan nyaman.
Kini, kelas ekonomi dan eksekutif New Generation telah membawa angin segar bagi penumpang. Kereta api ini dilengkapi dengan fasilitas yang jauh lebih modern dan nyaman. Tak hanya itu, KAI juga menghadirkan layanan kereta Panoramic yang memberikan pengalaman perjalanan yang benar-benar berbeda. Kereta tersebut memungkinkan penumpang untuk menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan dengan jendela besar yang memberikan sensasi seolah-olah penumpang tengah terbang di atas rel.
Inovasi lainnya yang tak kalah menarik adalah kehadiran kereta Compartment Suite Class, yang menawarkan privasi dan kenyamanan maksimal. Saya pribadi sangat tertarik untuk mencoba layanan ini, meskipun harus saya akui harganya cukup tinggi. Namun, saya percaya, kenyamanan yang ditawarkan sebanding dengan biayanya. Semoga suatu saat nanti ada kesempatan bagi saya untuk menikmatinya, ya, Pak Didiek.