Mohon tunggu...
Ditta Widya Utami
Ditta Widya Utami Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

A mom, blogger, and teacher || Penulis buku Lelaki di Ladang Tebu (2020) ||

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Lahirnya Pancasila, Haruskah Diperingati?

1 Juni 2020   16:17 Diperbarui: 1 Juni 2020   16:27 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila hadir ke dunia 75 tahun silam. Muncul sebagai buah pikiran mendalam dari salah satu founding fathers negeri ini. Kisah kelahirannya (baca: Pancasila) bahkan diabadikan dalam buku-buku teks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Menjadi salah satu menu wajib untuk dikonsumsi oleh siapa pun yang mengenyam bangku pendidikan.

Pancasila telah menjadi resep andalan NKRI untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Hadirnya bagai primadona yang memukau para pemimpin dunia. Coba tanyakan pada presiden, berapa banyak raja dan perdana menteri yang bertanya resep Indonesia dalam menjaga kesatuan dan persatuan.
Yang mereka tahu, Indonesia adalah negara besar dengan perbedaan yang luar biasa beragam. Lebih dari 17.000 pulau, 1.331 kelompok suku (BPS) dan 652 bahasa daerah (Badan Bahasa) telah mewarnai negeri ini. Dan Pancasila, menjadi perekat pemersatu.

Di masa pandemi, wujud nyata pengamalan Pancasila tentu dibutuhkan. Meminjam istilah Ketua DPR-RI, saat ini tak hanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja yang diperlukan, melainkan juga Gotong Royong Berskala Besar (GRBB).

Banyak warga yang tergerak untuk membantu sesama. Menyumbangkan masker, hand sanitizer, alat pelindung diri (APD), makanan, bahan pokok, atau yang lebih bergengsi seperti peti jenazah dan seperangkat wastafel.

Di lingkungan saya sendiri, para warga turut bergotong royong melakukan penyemprotan dengan disinfektan, membagikan masker, serta sumbangan sukarela untuk kemudian diberikan kepada mereka yang terdampak corona dan yang membutuhkan.

Di tahun 1977 saat Peringatan Hari Lahir Pancasila, Bung Hatta menyampaikan bahwa pengamalan Pancasila tidak boleh berhenti pada pengamalan di bibir saja (Kompas, 01/06/2020). Kini, saat media sosial merambah dunia manusia, tetiba banyak yang mengunggah status, story, feed, dsb terkait dengan hari lahir Pancasila

Terlepas dari kepatutan setiap warga negara untuk memperingati hari lahir Pancasila, sudah selayaknya kita bertanya pada diri. Sudahkah kita mengamalkan sila-silanya? Apakah kita termasuk yang mengamalkan hanya di bibir atau di status saja? Atau kita termasuk bagian yang mengamalkan Pancasila secara nyata?

Lebih lanjut, tanyakanlah "Hari Lahir Pancasila, layakkah (kita) memperingatinya?"

Ditta Widya Utami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun