Mohon tunggu...
Ditri PrimaKurnia
Ditri PrimaKurnia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan ilmu pemerintahan angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekonomi Politik terhadap Karhutla di Riau

1 Desember 2021   21:35 Diperbarui: 1 Desember 2021   22:26 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau merupakan salah satu kepentingan politik yang berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Politik dalam sistem pembangunan negara melalui pembagian kekuasaan  untuk mencapai tujuan yang sudah disepakati. Dunia politik tersebut sangat berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi suatu bangsa dan daerahnya. Maka dari itu,  dalam pengembangan ekonomi penting mempertimbangan resiko politik terhadap keberlangsungan ekonomi itu sendiri. Kinerja sistem ekonomi-politik dalam masalah Karhutla di Riau sudah berinteraksi satu sama lain, Dalam isu nasional Riau merupakan provinsi yang paling disorot tentang kerusakan hutan dan kebakaran hutan bersamaan dengan provinsi Kalimantan Tengah. Karhutla pada tahun 2019 yang terjadi selama 12 hari membakar 108,5 hektar lahan menurut Kepala BPBD Riau Edwar Sanger. Menurut data 1 januari sampai dengan 9 september 2019, kebakaran hutan dan lahan luasnya mencapai 6.464 hektar  dan terjadi di lima kabupaten dan kota. Kebakaran yang paling luas terjadi di Kabupaten Rokan Hilir dengan luas 82 hektar dan Kabupaten Bengkalis, Kota Pekanbaru Kota Dumai, dan Kampar. Dampak kebarakan hutan dan lahan sangat buruk bagi kesehatan manusia maupun lingkungan hidup. Asap hitam mengakibatkan warga di Riau harus dirawat dirumah sakit karena penyakit pernafasan. Pencemaran udara di delapan wilayah Riau sudah mencapai angka di atas 300 atau berbahaya bagi manusia.

Kasus karhutla adalah krisis ekologi yang berawal pada ketidaksetaraan relasi kuasa diantara aktor yang terlibat didalamnya. Faktor utama akibat karhutla di Riau adalah Pertama,  Pembukaan hutan secara luas sejak tahun 1970-an dimana pada saat itu pemerintah memberikan izin secara besar-besaran pada perusahaan kayu dalam skema Hak Pengusahaan Hutan dan Hutan Tanaman Industri. Kedua, ekspansi perkebunan kepala sawit sejak tahun 1990-an di Pulau Sumatra. Ketiga, terjadinya permintaan yang meningkat untuk produk kelapa sawit yang menjadikannya sebagai primadona ekspor untuk menambah devisa negara. Selain praktek pembukaan lahan oleh perusahaan yang dinilai cara termurah, ada pembangunan irigasi dan drainase pada rawa-rawa gambut yang mengakibatkan gambut mengalami penurunan permukaan atau sibsiden, dan akan rawan terjadi kebakaran. Kebakaran yang terjadi di lahan gambut akan susah dipadamkan dan sulit diprediksi sehingga dapat bertahan dalam waktu lama dengan konsentrasi asap yang lebih tebal.

Adanya Ekonomi Politik merupakan salah satu faktor tantangan dalam pengendalian kebakaran hutan di provinsi Riau. Faktor-faktor tantangan diuraikan menjadi dua yakni, jenis tanah gambut dan perubahan iklim. Dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, membutuhkan sistematika yang tersusun rapi untuk mencapai tujuan. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pencegahan, penanggulangan (pemadaman) serta pemulihan sesuai  dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 27 Tahun 2014 tentang Prosedur Tetap Pengendalian Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau. Ketiga tahapan tersebut tidak dapat diganggu gugat untuk menjadi tahapan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Riau beserta jajarannya yang terlibat dalam usaha pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Riau.

Lahan gambut dan perubahan iklim merupakan keadaan yang bersifat given, karena Riau memiliki struktur 50% tanah gambut Pulau Sumatera. Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang memiliki siklus mendasar. Perilaku manusialah yang membuat alam terkadang bekerja tidak seperti siklus sebenarnya (kerusakan lingkungan yang disebabkan prilaku manusia). Finger (2006) mengatakan bahwa kebakan yang gagal menyebabkan perubahan iklim dan global warming terjadi. Serta tata kelola sumber daya alam Riau yang tidak teratur menjadi kontribusi terbakarnya lahan gambut, karena diduduki oleh perusahaan konsesi seperti kelapa sawit dan akasia. Maka adaptasi sebagai bentuk solusi yang harus disiasati oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam upaya nya menata tata kelola sumber daya alam.

Terbukti dengan adanya kasus kebakaran beberapa tahun terakhir, pemerintah Provinsi Riau belum melakukan sweeping terhadap pelaku usaha konsesi maupun korporasi konsesi yang berada di Riau dalam kelengkapan izin, pengawasan izin dan memperketat izin konsesi yang lebih ekstrem dalam pembekuan izin usaha perkebunan. Hal ini lah yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di Riau merupakan masalah yang terjadi hampir tiap tahunnya, yang menyebabkan kerusakan ekosistem juga menimbulkan penyakit seperti penyakit ISPA yang di alami oleh banyak masyarakat Riau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun