Pict By :: umieymuslimah92.blogspot.com
*****************************************
Tiga Tahun kemudian….......
Aku telah berumah tangga dengan Ingka. Kami dikaruniai seorang Putri. Cantik mirip Mamanya. Namanya Frinsky Zaskia Zahra. Diambil dari Nama almarhumah tantenya.
Pak Rahman yang sekarang menjadi Menantuku memberiku modal usaha, dan aku bareng Ingky membuka Usaha Warung Kopi free Wifi, dimana orang bisa ngisi waktu luang minum kopi bersama cemilan sambil main Internet gratis.
Kehidupanku kurasakan sudah lebih baik. Bukan dari segi materi, tapi dari ketenangan hati. Hidup bersama Istri yang begitu patuh dan anak yang begitu lucu sebagai pelengkap kebahagiaan duniawiku. Apalagi yang akan ku kejar di dunia ini?
Gimana dengan Diko? Dia berhasil mengajak teman-teman ngeband dulu untuk meninggalkan dunia maksiat. Terutama Erik, Axel dan Epan. Hanya satu yang belum sempat diajak yaitu Robin. Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan saat sedang ikut touring komunitas motor. Kami sangat berduka dengan meninggalnya Robin, semoga Tuhan mengampuni dosa - dosanya dan menerima semua amal baiknya.
Di Gorontalo, Fika, Sahabat lamaku, dia juga telah mendapatkan Jodohnya. Dan sekarang udah punya momongan juga. Aku sering lihat foto mereka di Facebook. Hanya saja dia penasaran dengan Istriku karena Bercadar. Aku sengaja bikin dia penasaran dengan wajah Istriku.
Suatu pagi saat aku lagi ngebersihin Warkop, Ada yang ngetok pintu dan memberi salam. "Assalamualaikum"
" Waalaikumsalam." Istriku Ingka membalas salam dan membukakan pintu. Aku meneruskan pekerjaanku.
" Afwan, Ini istrinya Dafa?" Suara itu nampak begitu familiar di telingaku.
" Iya, Ini siapa yaa? " Tanya Ingka.
" Saya temannya Dafa." Kata Wanita berjilbab itu yang nggak lain adalah Fika.
Dia datang sendirian. Kubiarkan sejenak Istriku dan Fika ngobrol sementara aku membuatkan Teh hangat untuk mereka.
Beberapa saat aku datang mebawa Baki berisi Teh dan kue.
"Daf ??? Ini kamu ?? " Fika kaget melihat penampilanku.
Mungkin dulu sebelum ia pindah ke gorontalo, yang ia tahu Aku belum ikut kegiatan Rohis. Dulu aku yang always pakai skini jeans sekarang always celana sunnah diatas mata kaki, dulu gondrong emo dan nggak berjenggot sekarang kepala always with peci dan jenggot udah cukup lebat namun terawat.
" Hehehe,, ini kan Evolusi seorang muslim. Tapi kok nggak ngabarin kalau mau ke sini ka? "
" Ohh iya, kebetulan ayahku lagi ngecek rumahnya disini, kan ada yang mau beli, jadi aku minta izin dan ikut kesini. Udah lama nggak lihat keadaan kotamobagu. Datangnya mendadak sih."
" Ooh gitu yaa..hehehe..kirain penasaran dengan Istriku. "
" Nah, itu juga salah satu alasannya." Tukas Fika.
" Kamu pasti kenal dengan Istriku Fik."
" Ah masa sih?"
" Kak Daf udah cerita banyak tentang Kak Fika. " Kata Ingka.
" Aku jadi makin penasaran. Boleh nggak aku lihat wajah Ukhti? Please! " Mohon Fika yang nampak penasaran.
Ingka menoleh kearahku. dan mengangguk mengiyakan permintaan Fika. Dan Ingkapun membuka penutup wajahnya. Masih seperti wajahnya Ingky.
" Subhanallah..." Fika tersentak kaget.
Dia melihat dengan saksama wajah Ingka. Perlahan ia berdiri dan mendekatkan jari tangannya untuk menyentuh wajah Ingka.
" Ingky??? " Gumam Fika sambil menyentuh kedua pipi Istriku.
Aku tersenym melihat suasana itu. Sementara Fika hampir terisak.
" Aku nggak mimpi kan?? "
" Aku bukan Ingky kak. Aku adik kembarnya Kak Ingky." Kata Ingka.
Fika terus memperhatikan wajah yang pernah ia kenal itu. Wajah Ingky.
" Subhanallah…" Fika terus memuji Allah kemudian memeluk Ingka erat.
Mungkin ia merasa seperti memeluk Ingky. Air matanya jatuh. Namun dibalik rasa haru itu, nampak ada garis senyum yang terlukis di bibirnya.
Kutinggalkan mereka berdua di dalam. Fika mulai bercerita tentang kisah Ingky saat masih tinggal bareng dia. Ingka mendengarkan dengan saksama. Aku memperhatikan dari luar Warkop. di luar aku sedang menggendong buah hatiku yang masih kecil. Kami Menikmati pagi yang ramai dengan kicauan burung dari atas ranting pohon. Merekapun sedang menikmati siraman mentari pagi.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan warkop. Klakson di bunyikan beberapa kali. Seorang Ibu menurunkan Kaca mobil, Ibunya Fika. Dari dalam terlihat Sang Ibu sedang menggendong balita seumuran anakku. Mungkin Cucunya, Anaknya Fika. Dia memegang tangan anak itu mengisyaratkan sebuah lambaian tangan. Akupun memegang tangan Frinsky kecil dan balas melambai.
Fika keluar dari dalam Warkop bersama Ingka. " Daf, Aku mau pamitan lagi nih. " Kata Fika sebelum beranjak menuju mobil.
" Ke gorontalo?" Tanyaku.
" Nggak. Aku mau ikut suami ke Amerika. Dia diterima di sebuah perusahaan di Los angles sebagai suverfisor. Dan aku harus ikut." Jawabnya.
" Waah, enak dong jadi orang Amrik. Trus kerjanya gimana? "
“ Aku mau mengundurkan diri. Karena Aku juga nggak mau jauh dari suamiku.”
Fika Menunduk. Wajahnya nampak sedih.
" Lho kenapa?" Tanyaku.
Dia nggak menjawab. Dia menoleh ke Ingka. Matanya berkaca-kaca. Ingka mendekat dan memeluk Fika. Dan itu membuat air matanya tumpah.
" Aku nggak akan pernah lupa kalau pernah punya sahabat seperti almarhumah Ingky. Dan dipertemukan kembali dengan saudara kembarnya yang sifatnya nggak beda dengan Ingky. Berat banget aku ninggalin kamu ukhti." Ucap Fika dengan terisak.
Aku sadar, Ingky pernah menjadi sahabat terdekat Fika meskipun nggak begitu lama. Jadi pantas ia bersedih ketika kenyataan nggak bisa ketemu lagi dengan orang yang pernah dekat dengannya sebagai sahabat. Meskipun hanya kembarannya.
" Kalau Allah berkehendak, insya Allah kita semua akan berkumpul lagi suatu hari kelak di syurgaNya,kak." Gumam Ingky dalam dekapan Fika.
“Amin.” Fika mengamini Ucapan Ingka.
Fika pamit. Mobil dijalankan perlahan. Dari dalam mobil ia melambaikan tangan dengan wajah sedih. Ingka membalas lambaian tangannya. Kuperhatikan airmata keluar dari kedua mata istriku itu.
" Kenapa ka? " Tanyaku sambil memegang pundak Ingka.
Dia menoleh dan langsung memelukku. Ingka menangis.
" Meskipun aku nggak ada di masa itu, tapi aku bisa ngerasain kebersamaan yang dirasain Kak Fika dan kak Ingky." Tuturnya sambil terisak.
Aku menghela nafas. Dan membelai Lembut kepala istriku.
" Inilah yang dinamakan takdir, sayang. Ada pertemuan, ada perpisahan. Ada kehidupan, ada kematian. Fika punya kehidupan sendiri dengan keluarganya, kita juga punya kehidupan sendiri. Dan ini adalah bagian cerita kehidupan yang sudah tertulis di Lauh mahfuz ."
Begitulah kehidupan. Ada awal ada akhir. Kutatap langit cerah pagi itu. Begitu sempurna suasananya. Dalam dekapan Istri dan anakku, aku berdoa semoga kelak kita akan kembali dikumpulkan menjadi keluarga lagi di sana.
Aku bahagia diberikan sahabat yang begitu baik seperti Fika. hanya ada satu diantara seratus orang kaya yang berhati mulia dan tawadhu seperti Fika.
Aku juga bahagia diberikan Istri yang begitu perfect di mataku.
Aku mencintainya karena Allah. Yaa karena Allah telah memberikanku hidayah dan sebuah keluarga kecil yang menjadi penyemangatku dalam berfastabiqul khairat.
Aku mencintainya bukan karena kemolekan Tubuhnya, tapi karena ketaatannya jiwanya. Kadang di tengah malam, dia membangunkanku untuk qiyamulail bersama.
Aku mencintainya bukan karena kecantikannya tapi karena kesuciannya. Nggak seorangpun yang pernah menyentuhnya sampai ia bertemu aku.
Aku mencintainya karena kepatuhannya. Nggak pernah sekalipun ia membantah, melawan atau bersuara keras kepadaku.
Jadi, bagaimana mungkin aku menyia - nyiakan wanita sesempurna ini dalam hidupku?
Bagiku, Ingka adalah sebuah keajaiban dalam perjalanan cintaku.
Kukecup kening Istriku dalam dekapan dan kubisikan kata cinta padanya.
" Abi sayang sama Umi. Kini dan selamanya."
" Umi juga sayang Abi selamanya."
Kami Berjalan masuk ke dalam Warkop. Dan duduk di depan Tipi bertiga dengan Frinsy kecil.
" Mi, Kayaknya Frinsky kesepian nih main sendirian." Bisikku lembut ditelinganya.
" Maksud Abi? "
" Boleh nggak Frinsky punya adik??" Bisikku lagi.
" Mo di Adopsi bi? " Tanya Ingka dengan nada meledek.
" Ya kita bikin dong miii, masa Adopsi? " Godaku.
" kapan?"
" Sekarang bisa nggak?? hehe.."
" Iiiih,Abii...Ini kan Masih pagi.." Ucap Ingka manja sambil mencubit lenganku lembut.
" Yaa Abi sih minta ijin sama Umi kalau boleh. Kalau nggak di ijinin. Nggak apa-apa kok. Abi bisa puasa. hehehe.."
" Hmmm... Apa sih yang nggak boleh buat Abiku sayang. Tapi jangan pagi ini. Kan udah buka warung?" Kata Ingka lembut.
" Ntar malem?" Tanyaku sambil mencolek hidung Ingka dari balik cadar.
" Iyaa Abiku sayang."
" Yesss...." gumamku dengan gaya kaya orang baru di vonis masuk Surga. hehehe...
"Hmmmm.."
Akhirnya kami sepakat bermusyawaroh untuk memberikan Frinsky seorang adik. Tentunya kali ini dengan jalan yang dihalalkan Agama. Jauh lebih nikmat daripada menempuh jalan yang di haramkan Agama. Apalagi bila saat kita memulai dengan ucapan Basmalah.
Bismillahirrahmanirrahim.
Ajiib....
< T H E E N D >
=======================
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H