Mohon tunggu...
Dito Hafizh
Dito Hafizh Mohon Tunggu... -

Representasi dari untaian buku (terutama Psikologi, Pengembangan Diri, Kebangsaan) | Askese Intelektual soon | Tetap merasa bodoh dan lapar untuk selalu mencari ilmu Baca kutipan lengkap saya di website personal -> askese-intelektual.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keselarasan Cinta Bersyarat akan Kekacauan

18 September 2016   18:13 Diperbarui: 18 September 2016   18:30 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : sudut Kota Kolkata, India (http://zeenews.india.com/)

"Kekacauan". Hal yang cukup tabu dan harus dihindari. Harapan akan hidup tenang tidak bisa dipadukan dengan kekacauan. Entah kekacauan dalam bentuk konflik, hidup, bahkan "perasaan". Cukup menarik konteks ini karena ada hal fundamental yang bisa bersifat kontradiksi.

Hal fundamental yang dapat dijadikan benang merah di sini adalah sistem budaya yang diterapkan di sudut kota Kolkata, India. Ketika sang pelancong filosofis, Eric Weiner mengunjungi kota tersebut dengan tujuan untuk mempelajari latar belakang kejeniusan yang menjadi pemicu "Masa Renaissans"di India, Beliau sangat terkejut akan kondisi setiap kotanya. Kebebasan warga yang ditampilkan secara terbuka dan tanpa privasi sama sekali, kerap menimbulkan kesan "Kota yang jelek" bagi Beliau. Namun .. Beliau menyadari pula kesannya tersebut menimbulkan "Rasa rindu". Kondisi ketidakteraturan yang memantik rasa ingin tahu (penasaran) tingkat dewa bagi siapapun yang ingin membuka kedok ke-kreatifan. Perdagangan bebas, warga buang air kecil, anak-anak kecil bermain, babi-babi yang memakan rumput. Di setiap dua sudut kota berlawanan tidak ada keserasian sama sekali. Bahkan lampu merah di sana mengisyaratkan "Jika Anda ingin berhati-hati dan selamat silahkan berhenti terlebih dahulu, jika tidak ya silahkan dilewati juga tidak apa-apa". Hal ini bukan hal aneh, setidaknya bagi beberapa orang tertentu.

Bahkan fenomena tersebut juga dijadikan ladang percobaan dalam Laboratorium Ahli Neurolog, Walter Freeman. Beliau melakukan percobaan pada kelinci terhadap sekelompok bau yang familier dan tidak sama sekali. Ketika kelinci dihadapkan pada bau yang baru sama sekali, Beliau menemukan basis data pada otak kelinci, "Kondisi aku tidak tahu". Basis data tersebut menyebabkan kelinci untuk melakukan "kegiatan baru kreatif yang sebelumnya tidak pernah dilakukan pada kegiatan rutin biasanya".

Kesimpulan tersebut dibawa lebih jauh lagi oleh Ahli Kardiolog, Ary Goldbeger untuk meneliti pasien Epileptik. Beliau menemukan pula bahwa "Pasien yang terindikasi penyakit Epilepsi memiliki detak jantung yang teratur, malah aktivitas detak jantung yang tidak teratur dimiliki oleh orang yang memiliki kesehatan prima, minimal tidak teridentifikasi penyakit Epilepsi".

Jika dikaitkan dengan gelaja "Cinta" di sini, cinta pun juga mengundang beberapa gejala yang tidak menentu. Perasaan gundah, khawatir berlebihan, bahkan sinyal tantangan di masa depan yang berpotensi akan menimpa orang terkait. Tantangan tersebut juga mengisyaratkan ‘para pelakon cinta’ untuk melakukan beberapa aksi kreatif dalam memenangkan kontestasi, entah dalam mengambil hati ‘calon’ istri, mengalahkan rival cinta, bahkan merayu calon mertua. 

Cinta bersyarat akan kekacauan. Namun "kekacauan" itu juga 'berpeluang' untuk menawarkan kehidupan yang lebih sejahtera / kesehatan prima. Ketika titik-titik bebas yang tersebar dalam kekacauan tersebut bisa disambung oleh pelakon cinta, dalam artian dia bisa mengendalikan diri dan memanfaatkan momentum untuk mendapatkan cinta sejati dalam kehidupannya, gambaran masa depan yang indah nan menyejukkan akan didapatkan oleh pelakon tersebut. 

Banyak hal positif yang baru kelak dapat didapatkan ketika sang pelakon menganggap "Cinta" sebagai peluang yang akan diambil, bukan masalah yang harus dihindari. Ketika terdapat sinyal akan perasaan nyaman dengan seseorang misalnya, sang pelakon memanfaatkan momentum tersebut untuk memasukkan pelakon satunya dalam doa yang akan dipanjatkan kepada Tuhan setiap harinya. Mendoakan untuk keselamatannya, untuk keberkahannya, bahkan untuk menjaga batas 'nafsu' sang pelakon tersebut agar tidak merusak 'calon' kekasihnya. Seperti kata kritikus film, Christalekha Basu, "memikat namun sulit untuk dimengerti".

Pengarang pun (read : saya) juga tidak berpengalaman sama sekali pada hal-hal yang berbau cinta. Namun ketika membaca buku "The Geography of Genius" karya Eric Weiner khususnya pada hal 338-346, pengarang pun memutuskan untuk berhenti membaca sejenak dan berkontemplasi pada kegundahan yang sedang dialaminya. Pengarang pun menemukan keterkaitan yang menimbulkan 'hap hits", lompatan kepemahaman yang menggairahkan akan permasalahan hati yang sedang dialaminya. 

Yah, inspirasi dapat ditemukan di mana pun, singkat kata pengarang pun juga berniat untuk membagikan 'hap hits' yang didapatnya kepada khalayak umum untuk tidak takut dalam menghadapi rintangan, khususnya 'cinta' yang bisa menjadi 'peluang' ataupun 'mudharat'.Selamat menyelami indahnya lautan kekacauan yang ditimbulkan oleh 'cinta', wahai para pelakon cinta :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun