Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang krusial, mulai dari gempa bumi, kebakaran hutan, abrasi, gelombang pasang, hingga bencana hidrometeorologi. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir masih menjadi bencana yang paling sering terjadi selama bulan Oktober 2022. Sebanyak 227 kejadian bencana hidrometeorologi terjadi di Indonesia, dan bencana banjir yang paling mendominasi (Okezone.com, 19/10). Dampak yang ditimbulkan pun tidak main -- main, banyak masyarakat harus kehilangan rumah, mengungsi, kesulitan akses air bersih, hingga mempertaruhkan nyawa.
Seperti dikutip dari laman berita daring Tempo.co (18/10) melaporkan sedikitnya 7 orang menjadi korban bencana banjir dan longsor di kota Bogor, Jawa Barat, salah satunya seorang Mahasiswi IPB yang terseret arus hingga masuk ke dalam drainase. Di daerah lain seperti Sabang, Lhokseumawe, dan Aceh Timur, juga mengalami kondisi serupa. Di sisi lain, banjir terjadi di berbagai belahan Pulau Jawa. Bencana alam terbesar di Provinsi Banten terjadi di Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Banjir juga terjadi di Jawa Timur, Jakarta, Sukabumi, Bogor, dan Bandung. Beberapa daerah di Bali, Maluku, Sulawesi, dan Papua juga dilanda banjir. Sementara di Kalimantan, banjir terjadi hampir di semua kabupaten. Padahal dalam sebulan terakhir, kawasan tersebut terendam air selama beberapa minggu.
Bencana banjir menimbulkan kerusakan yang cukup fatal, mulai dari terganggunya kenyamanan manusia, pergerakan ekonomi lumpuh, bahkan berdampak pada aspek psikologis korban (Nquot dan Kutalunga, 2014). Faktor utama terjadinya banjir adalah curah hujan yang tinggi dan cuaca ekstrem, selain itu faktor lain seperti ulah tangan manusia juga turut menyumbang penyebab banjir. Becker (2018) menyebut bahwa proses yang menyebabkan banjir dapat berasal dari kombinasi yang ada pada siklus hidrologis. Tingginya curah hujan dapat menyebabkan air sungai meluap dan keadaan ini dapat lebih parah ketika aliran air sungai tersebut tersendat.
Seyogyanya permasalahan banjir dapat ditangani dengan mitigasi bencana yang tepat dan berkelanjutan, namun proses mitigasi bencana banjir akan sulit diterapkan apabila masih terdapat ulah manusia yang meningkatkan risiko banjir. Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) akibat padatnya pemukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air dapat membuat air hujan tidak tertampung dengan baik dan benar. Selain itu, di beberapa wilayah di Indonesia seperti Provinsi Aceh, masih ditemui penebangan hutan secara illegal yang dapat meningkatkan risiko bencana banjir (Kharimah, dkk., 2022). Bencana banjir yang berdampak kepada seluruh aspek ekonomi dan sosial membuat masyarakat mau tidak mau harus menerima keadaan, dengan alasan bahwa bencana alam terjadi karena faktor alam juga.
Apabila kita runut akar permasalahan penyebab bencana, faktor alam bukan satu-satunya penyebab banjir. Terdapat beberapa hal yang harus dinilai dari setiap pola perilaku manusia, terutama dalam kaitannya dengan kebijakan struktural dalam kebudayaan dan pembangunan. Demikian pula dampak dari keputusan kita memiliki dampak yang signifikan terhadap dunia di sekitar kita. Dalam hal ini, negara belum maksimal melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampaknya tidak dapat diprediksi. Para pemangku kepentingan disibukkan dengan polemik saat terjadi bencana. Bukannya mencari solusi, setiap orang justru sibuk saling menyalahkan tatkala bencana banjir terjadi.
Permasalahan bencana alam seperti banjir yang berpengaruh pada hak rakyat yang dalam hal ini masalah keselamatan dan kenyamanan sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam riwayat Imam Bukhari:
"Imam (kepala negara) adalah pemimpin (penanggung jawab urusan umat). Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya."
Tanggung jawab tersebut termasuk dalam merencanakan, melaksanakan hingga mengevaluasi mitigasi bencana banjir, terlebih risiko terjadinya banyak kerusakan sangat tinggi pada saat -- saat musim hujan. Untuk itu, negara harus bisa benar -- benar hadir dan bersungguh -- sungguh dalam mengurusi urusan rakyat. Faktor penyebab banjir yang berasal dari tangan -- tangan manusia sejatinya dapat diatasi dengan baik apabila negara memiliki fokus penuh.
Seolah tidak ada hentinya, bencana banjir terus berulang setiap tahun, lantas apakah terdapat solusi lain dalam menangani permasalahan ini? Tentunya diperlukan solusi yang sistematis, yang mana penyelesainnya langsung kepada akar permasalahan. Islam bukan hanya berisikan ibadah spiritual semata, di dalamnya Allah SWT menurunkan aturan dan tuntunan hidup yang membawa keberkahan bagi manusia. Dalam sistem Islam perumusan kebijakan lahir dari keimanan dan kepatuhan seorang pemimpin kepada Zat Pencipta dan Pemilik seluruh Alam, yakni Allah SWT.
Berkaca pada sejarah masa -- masa kejayaan Islam 1400 tahun yang lalu, banyak didapati bendungan -- bendungan yang dibangun sebagai bagian dari mitigasi banjir. Seperti yang terdapat di dekat Kota Madinah al-Munawarah, bendungan Qusaybah dibangun untuk mengatasi banjir dan memiliki kedalaman 30 meter serta panjang mencapai 205 meter. Selain itu, pada masa 'Abbasiyyah dibangun beberapa bendungan yang terletak di sungai Tigris, Kota Baghdad, Irak. Bergeser ke daerah Spanyol, kita dapat melihat kaum Muslim juga berhasil membangun bendungan seperti halnya di Cordoba dengan bendungan Guadalquivirnya yang dibangun oleh Aristek Al-Idrisi. Selain itu, di sungai Turia terdapat pula bendungan yang menjadi kebutuhan primer untuk kepentingan irigasi di wilayah Valencia, bahkan dengan kekuatan struktur konstruksinya. Kedua bendungan tersebut masih bisa kita lihat hingga saat ini.
Selain membangun bendungan, upaya mitigasi dilakukan dengan pemetaan daerah-daerah yang berpotensi bencana banjir melalui pemanfaatan peran BMKG. Kawasan tersebut kemudian akan dipersiapkan sebagai kawasan siaga bencana, yang dapat meminimalisir dampak dari bencana banjir. Jika ditemukan ada wilayah yang mulanya tidak terdampak banjir dan mengalami penurunan tanah sehingga akhirnya terkena banjir, maka negara akan membangun kanal dan saluran drainase. Hal tersebut dimaksudkan agar aliran air dapat mengalir ke wilayah lain. Namun apabila sukar untuk diterapkan, sudah seyogyanya negara akan melakukan evakuasi penduduk wilayah tersebut dan memberikan bantuan penuh terhadap tempat tinggal mereka.