Pandemi Covid-19 yang kini masih menyeruak di seluruh wilayah di Indonesia, membuat proses belajar mengajar kembali dilakukan dari rumah secara daring. Belajar dari rumah memang bukan kali pertama dilakukan. Sejak awal pandemi, pemerintah telah memutuskan untuk menghentikan kegiatan sekolah untuk sementara waktu, namun hal ini tidak didukung dengan kesiapan masyarakat untuk menghadapi era digital. Akibatnya tidak sedikit dari orang tua dan guru yang mengalami kewalahan dalam mendampingi siswa belajar daring, begitu pula dengan siswa yang merasa kurang maksimal dalam menerima materi pembelajaran.
Sejatinya, penggunaan teknologi tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan saat ini. Meski belum dapat sepenuhnya diterapkan, penggunaan teknologi secara bijak dan cerdas dapat membantu jalannya proses belajar mengajar. Tentunya penggunaan teknologi ini dibutuhkan keterampilan yang tepat agar siswa dapat menggunakannya tanpa kendala. Keterampilan yang dibutuhkan pun bukan hanya sekedar memahami cara penggunaan alat -- alat teknologi atau aplikasi edukasi, melainkan kemampuan untuk mengetahui norma dan praktik penggunaan yang benar.
Dewasa ini, populer istilah "literasi digital" yang mengacu kepada kemampuan suatu individu dalam menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (Literasi Digital, Gerakan Literasi Nasional - Kemdikbud, 2017). Kemampuan ini yang akan membantu siswa dapat belajar mandiri yang didukung oleh teknologi digital.
Belajar mandiri (self-directed learning) di tengah pandemi Covid -- 19, ditambah arus informasi yang mengalir dengan cepat membuat setiap siswa perlu membekali diri dengan kemampuan literasi digital. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Curran, dkk. (2019) menyebut bahwa di era digital saat ini, kebutuhan belajar mandiri dapat didukung dengan penggunaan teknologi digital dan seluler. Tidak hanya dirasakan oleh siswa, penggunaan teknologi sebagai sumber daya belajar mandiri dapat dirasakan pula oleh para guru di masa mendatang.
Kriteria literasi digital sendiri dapat dikategorikan ke dalam empat faktor yang terdiri dari 12 indikator. Merujuk pada penelitian Techataweewan dan Prasertsin (2018), empat faktor tersebut mencakup faktor operasi, berpikir, kolaborasi, dan kesadaran diri.
Faktor pertama adalah keterampilan operasi, yang terdapat tiga indikator yakni kognisi, penemuan dan presentasi. Indikator kognisi merupakan kemampuan memahami media digital beserta perangkat teknologinya. Indikator penemuan dilihat sejauh mana individu dapat mengintegrasikan media digital dan perangkat teknologi untuk menemukan informasi dan pengetahuan. Selanjutnya, pada indikator presentasi dapat diketahui pada kemampuan individu dalam menyajikan konten digital dengan berbagai format. Â Â
Faktor kedua, keterampilan berpikir, yang juga terdapat tiga indikator yakni analisis, evaluasi dan kreativitas. Kemampuan analisis digunakan untuk menafsirkan informasi digital, termasuk seperti mengurutkan hingga mengklasifikasikan guna meringkas informasi yang didapat. Selain itu, kemampuan evaluasi dinilai memliki peranan penting dalam literasi digital. Individu dapat memilah informasi sesuai kebutuhan, dan memanfaatkannya dengan baik dan tepat. Kemampuan evaluasi diperlukan untuk membedakan mana informasi yang benar dan salah, propaganda, dan ujaran kebencian. Adapun kemampuan kreativitas diperlukan untuk memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan menggunakan kembali informasi digital untuk kepentingan umum.
Faktor ketiga, terdapat keterampilan kolaborasi dengan tiga indikator yakni team work, network, dan sharing. Kerja sama tim (team work) diperlukan dalam penggunaan media digital dan perangkat teknologi dengan orang lain, hal ini diperlukan untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian, pada indikator networking atau jaringan dinilai sebagai kemampuan untuk membuat atau bergabung dengan grup secara online guna membangun hubungan yang saling menguntungkan. Adapun pada indikator sharing, individu mampu berbagi informasi dengan pemanfaatan media digital melalui saluran/channel yang tepat, selain itu nilai dan kegunaan bagi penerima perlu diperhatikan dalam bertukar informasi.Â
Faktor keempat, keterampilan kesadaran diri dengan tiga indikator di dalamnya yang mencakup etika, literasi hukum, dan menjaga diri. Ketiga indikator ini memiliki keterkaitan satu sama lain, etika yang merujuk pada praktik yang diterima oleh seluruh masyarakat termasuk menghormati berbagai macam perbedaan dalam dunia digital. Selanjutnya, literasi hukum yang dapat diartikan sebagai kemampuan memahami dan mematuhi perundang -- undangan yang berkaitan dengan penggunaan dan akses media digital, dalam hal ini termasuk UU ITE. Dengan kemampuan literasi digital, individu dapat mengelola dan menjaga privasi dan data pribadi guna melindungi diri dari segala risiko yang terdapat pada era digital.
Pandemi Covid -- 19 yang 'memaksa' seluruh insan pendidikan beradaptasi dengan teknologi dan media digital, seharusnya dapat meringankan beban dalam proses belajar mengajar. Sudah saatnya, para siswa saat ini 'melek' digital, dan mulai memanfaatkannya untuk tujuan yang benar, bukan untuk menyebarkan informasi palsu yang dapat memprovokasi dan menimbulkan perpecahan. Kemampuan literasi digital dapat diasah dengan meningkatkan beberapa faktor yang telah dipaparkan sebelumnya. Selain itu, ikut bergabung dengan komunitas literasi di media online dan mengikuti berbagai seminar online (webinar) terkait literasi digital dapat menjadi upaya dalam meningkatkan kemampuan literasi digital para siswa.
Pendidikan di era digital dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan kendala yang berarti bagi para siswa dan guru, hingga orang tua. Melalui dukungan keterampilan literasi digital, siswa dapat menghadapi berbagai tantangan dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi di masa yang akan datang.