Menonton televisi sudah hampir menjadi kebiasaan masyarakat, apalagi dengan semakin berkembangnya teknologi banyak stasiun televisi yang dilegalkan untuk menyiarkan berbagai acara hiburan, politik, pendidikan juga lain sebagainya. Hal ini pun mengakibatkan ketatnya persaingan, hingga mampu menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang hanya mementingkan rating. Program acara-acara yang sering muncul di televisi kadang mengesampingkan unsur informasi, edukasi, sosial,budaya bahkan etika dan norma masyarakat. Imbasnya yaitu pada runtuhnya pola pikir masyarakat.
Maraknya berbagai tayangan acara yang diproduksi oleh stasiun televisi setiap harinya akan menjadi konsumsi masyarakat. Namun yang seharusnya program acara dan siaran yang ditampilkan di televisi itu memuat unsur edukatif, informatif dan sebagai intertainment justru malah ada yang menampilkan aksi kekerasan, pornografi dan cerita- cerita yang menampilkan kebohongan serta menampilkan atau menceritakan hal-hal pribadi yang sebenarnya tidak menjadi hal yang harus diketahui oleh khalayak.Â
Salah satu contohnya terdapat pada tayangan program televisi Pagi-Pagi Ambyar yang ditayangkan pada stasiun Trans Tv, program ini tayang setiap hari pukul 08.30 WIB. Di dalam setiap episodenya program ini selalu mengundang bintang tamu untuk dijadikan sebagai pengisi acara. Pada tanggal 07 April 2021 program ini menampilkan dialog yang melanggar regulasi penyiaran. Dialog yang ditemui pada program televisi Pagi-Pagi Ambyar diantaranya:Â
- Â " Katanya orang kaya, masa iya bajunya Rp. 400.000,-"Â
- "Jadi sekarang itu sebenarnya bangkrut atau kaya? "Â
- "Kamu bangkrut ya"
- Â "Kalo itu artis jualannya tanah, rumah dong. Gak pernah deh liat artis di Indonesia jualannya ulekan"
Jika ditilik dari aturan KPI, percakapan di acara program "Pagi-Pagi Ambyar" melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI tahun UU No 32 Tahun 2002 Bab 1V Pasal 36 Ayat 6 yang berbunyi " Isi siaran dilarang memperolokan, merendahkan, melecehkan dan mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional" dan juga melanggar Pasal 7 Bab IV yang berisi tentang penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan , agama, ras, dan atargolongan yang berbunyi "Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang merendahkan, mempertentangkan dan melecehkan suku, agama, ras, antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan kehidupan sosial / ekonomi.Â
Fajar Junaedi dalam bukunya yang berjudul "Etika Komunikasi di Era Siber" menyatakan program acara penyiaran tentu harus dikonsep secara matang dari segi kreatif sampai teknis, dalam sebuah analisis yang lebih kompleks, program penyiaran dari stasiun televisi juga merupakan sebuah media komunikasi. Dengan metode komunikasi yang tepat, makna yang hendak disampaikan kepada partisipan komunikasi, yang biasa disebut dengan komunikan, akan tercapai.Â
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi masyarakat pun dituntut untuk bisa memilah tayangan di telivisi mana yang patut ditotonton, karena jika dilihat dari salah satu contoh kasus di atas memberikan bukti bahwa masih ada televisi yang tidak mengindahkan bahkan melanggar standar program siaran. Jangan menganggap mengolok, mengejek, merendahkan itu hal yang lumrah! Kami berharap stasiun memperhatikan etika dan regulasi penyiaran, dimana hal tersebut termasuk hal yang sangatlah krusial. Sehingga program- program acara dan siaran-siaran yang ditampilkan di layar kaca ke depannya bisa menanyangkan yang lebih baik.
Ditha Aditya Pernikasari, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H