Mohon tunggu...
Ditdit Nugeraha Utama
Ditdit Nugeraha Utama Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Educationalists, lecturer, IS researcher, writer, proofreader, reviewer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gunakan Logika Benar, Bukan Logikamu...

15 November 2015   19:00 Diperbarui: 15 November 2015   20:43 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada tiga hal yang ingin disampaikan oleh judul artikel di atas. Tiga hal yang mungkin akan dapat kita ambil pelajaran besar atasnya. Kalau pun itu dianggap tidak penting, abaikan saja...

Hal tersebut adalah, pertama, bahwa logika benar yang mutlak kebenarannya itu ternyata ada. Adanya logika-logika kebenaran relatif, yang kadang menjadi perdebatan di antara kita tentang sesuatu, salah satunya bisa jadi adalah logika benar. Logika-logika kebenaran relatif, yang kadang menyebabkan kita berkonflik, pastilah datang dari satu logika benar, yang kebenarannya mutlak. Logika kebenaran relatif adalah representasi kemampuan manusia di dalam menalar logika kebenaran mutlak, itu faktanya.

Hal kedua yang ingin disampaikan lewat judul artikel di atas adalah mengenai „logikamu“ (logika kita). Kita dilarang menggunakan „logikamu“. Kita harus memberanikan dan mengikhlaskan diri untuk berani menggunakan logika benar yang disiratkan pada poin pertama tersebut, logika yang nilai kebenarannya mutlak. Selain memang karena alasan bahwa „logikamu“ bernilai relatif subjektif, „logikamu“ pun sangat rentan dengan intervensi napsu (terlepas itu napsu baik atau buruk), intervensi keinginan, intervensi kepentingan, intervensi harapan, intervensi kosongnya perut, intervensi latar belakang pendidikan, intervensi lingkungan, intervensi suara terbanyak, bahkan sangat rentan terintevensi kebencian atau kecintaan atas sesuatu.

Lalu, implikasinya apa? Hal ketiga yang ingin disampaikan oleh judul artikel di atas, itulah implikasinya. Implikasinya, bahwa kita semua harus – tanpa kenal lelah – terus mencari logika kebenaran mutlak tersebut. Menuntut ilmu menjadi hal yang logis untuk dilakukan pada akhirnya. Memverifikasi „logikamu“ menjadi hal yang logis untuk dikerjakan pada akhirnya. Lalu, ikhlaskanlah, bahwa hanya kebenaran pada logika benar itulah yang harus diusahakan / diperjuangkan untuk tetap menjadi pondasi berkehidupan kita di muka bumi ini, bukan logikamu... [dnu]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun