Mohon tunggu...
Ditdit Nugeraha Utama
Ditdit Nugeraha Utama Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Educationalists, lecturer, IS researcher, writer, proofreader, reviewer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banyak Manusia Kalah, Karena Memilih Bahagia

4 Februari 2015   05:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:52 1901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Judul artikel ini bukanlah lucu-lucuan, hanya ingin mengajak kita untuk melihat lebih dalam. Kata ‘kalah‘ pada judul di atas adalah kalah dalam makna absolut. Sebuah kondisi kalah yang bukan dilihat dari kebanyakan isi kepala manusia. Namun kondisi kalah yang sesungguhnya. Sedangkan kata ‘bahagia‘ pada judul tersebut bermaksud untuk menjelaskan kondisi bahagia semu. Merasa bahagia namun tidak, merasa senang namun tidak. Sebuah kondisi bahagia yang umum terpatri nyata di sebagian besar kepala manusia.

Berkehidupan di bumi – sebagai sebuah manifestasi dan bukti nyata akan hadirnya manusia di hamparan luas bumi ini – bukanlah sesuatu yang didasarkan atas keinginan dan keakuan. Keinginan dan keakuan membuat setiap sesuatu menjadi tidak – lagi – memiliki jati diri. Termasuk kebenaran. Kebenaran – sesungguhnya – memiliki jati diri yang sangat khas. Jati diri kebenaran itu logis dan sangat mudah untuk dipahami; tidak mengawang-ngawang dan gaib. Namun, ketika kebanyakan manusia, menjalankan berkehidupannya di atas rasa keinginan dan keakuannya masing-masing, jati diri kebenaran itu tercerabut dengan sendirinya dan lambat laun pun sirna.

Manusia – seharusnya – tidak sekedar memandang cara berkehidupannya dengan sembarangan. Manusia harus mampu melihat cara berkehidupannya tersebut dari sisi apa yang seharusnya manusia tersebut lakukan. Keharusan untuk melakukan, akan mampu membuktikan bahwa manusia – sebenarnya – tidaklah memiliki apa-apa, dan bukanlah apa-apa. Rasa ‘tidak memiliki‘ tersebut akan menumbuhkan rasa ikhlas untuk melakukan setiap titah dan kehendakNYA. Tidak ada pembangkangan – sedikit pun – atas titah tersebut, akan menjadi sebuah fakta indah yang akan hadir pada akhirnya.

Kebahagiaan bukanlah hak manusia. Kebahagiaan adalah hak prerogatif dari Yang Maha Memiliki. Semaksimal apa pun manusia menuju kepada kebahagiaan, pada hakikannya bisa jadi bukan itu yang seharusnya manusia lakukan. Konsentrasi pada apa yang seharusnya dilakukan, bukan atas apa yang ingin dilakukan; adalah sebuah sikap bijak bagi sang pemenang.

Manusia kalah adalah manusia yang berhasil membongkar sekat atau batasan dari apa-apa yang harus dilakukan, menjadi sesuatu yang ingin dilakukan. Mereka lebih memilih jalan belakang serta mudah, daripada menapaki jalan mendaki serta susah; mereka lebih memilih curang yang penting dihargai, daripada meninggikan aspek kejujuran namun dicaci dan dimaki; mereka lebih puas menggapai sesuatu dengan manipulasi, daripada berjalan pada rel kebenaran hakiki. Batasan aturan atas apa-apa yang harus dilakukan telah terkoyak karena keinginan atas bahagianya. Lambat laun, keinginan atas bahagia tersebut seperti kondisi haus dan lapar yang terus menyerang. Terpenuhi sekarang, namun rasa itu akan datang dan datang lagi kemudian. Karena – biasanya – keinginan atas bahagia tersebut bersemayam kuat di dalam napsu jahat yang tidak akan pernah terpuaskan.

Kemampuan manusia-manusia kalah, di dalam mendobrak aturan atas apa-apa yang harus dilakukan, pada dasarnya telah membuktikan bahwa apa-apa yang harus dilakukan tersebut ada batasnya. Disini satu kesimpulan nyata telah terungkap, bahwa segala bentuk titahNYA tentu bukanlah sesuatu yang melebihi kadar makhluk-makhlukNYA. Sehingga, seharusnya manusia sangat antusias untuk tetap berusaha pada koridor titahNYA, karena sebuah keyakinan bahwa itu semua akan mampu dengan sukses kita lakukan.

Secara manusiawi kita butuh bahagia, namun sebuah kebahagiaan yang selayaknya berada pada landasan hakikat, sebuah kebahagiaan yang sesungguhnya, bukan kebahagiaan yang seperti kebanyakan manusia pikirkan. Kadang, kebahagiaan hakikat akan sangat mudah untuk didapat, di dalam kondisi sesulit apa pun; karena, ketika Zat Pemilik Segala telah memberikannya, lantas siapa yang akan mampu untuk mencurinya. Jadi, janganlah menjadi manusia-manusia yang kalah, dengan hanya menggadaikan kemenangan absolut dengan segenggam kebahagiaan yang notabene fana dan kamuflase... [dnu]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun