Mohon tunggu...
Ditdit Nugeraha Utama
Ditdit Nugeraha Utama Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Educationalists, lecturer, IS researcher, writer, proofreader, reviewer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa, Maknailah dengan Utuh...

17 Juni 2015   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada artikel opini kali ini, saya ingin mengupas singkat mengenai puasa; atau mungkin lebih baik kita menyebutnya dengan kata saum atau shaum; karena memang asal katanya seperti itu, yang memiliki arti kata menahan diri. Ketika kita kaji, baik ditarik ke makna luas maupun makna khusus, saum hakikatnya tetaplah saum, yang bermakna menahan diri.

Ibadah ritual – tentu – haruslah ada, karena ibadah ritual akan menjadi indikator penilaian atas aktivitas turunannya, ibadah ritual pun akan menjadi indikator kasat mata sebagai cermin nilai-nilai keteladanan. Ibadah ritual dapat dijadikan wahana training, karena pada dasarnya manusia adalah pelupa dan perlu diasah setiap saatnya. Seperti sebuah diamond, yang semakin ditempa dan diasah, akan semakin mengkilat dia. Itulah ibadah ritual, akan menjadi indikator logis dan arena asah bagi siapa saja pelakunya.

Saum, ketika dimaknai dalam makna ibadah ritual – dengan berbagai parameter syarat dan sahnya – akan bermakna menahan diri. Menahan diri dari yang membatalkan saum, dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Saum pun, ketika kita tarik pada makna aktivitas aplikatif turunannya, akan tetap bermakna menahan diri.

Seseorang yang saum, adalah seseorang yang mampu menahan dirinya dari aktivitas tercela; dan mengkonversinya menjadi aktivitas yang bernilai kebajikan. Seorang pemimpin yang saum, adalah pemimpin yang mampu menahan dirinya dari aktivitas-aktivitas tak terpuji: memaki, berkata kasar, menghardik, hidup glamor; dan mengkonversinya menjadi aktivitas bijak penuh ketegasan, kewibawaan, dan menjadi tameng penegak keadilan. Seorang pejabat yang saum, adalah pejabat yang mampu menahan dirinya dari melakukan aktivitas-aktivitas busuk: korupsi, manipulasi, fitnah, mengeruk kekayaan untuk kepentingan isi perutnya, membuat aturan tanpa ilmu, membuat hukum berdasarkan pada hasrat napsunya; dan mengkonversinya menjadi aktivitas pada koridor benar, dan menjadi pionir penegak kebenaran.

Seorang karyawan yang saum, adalah karyawan yang mampu menahan dirinya dari aktivitas-aktivitas culas: menghalalkan segala macam cara, karir menjadi tuhan, ABS, menjilat atasan, sikut kanan sikut kiri, sogok atas sogok bawah, memberi pelicin dimana-mana; dan mengkonversinya menjadi aktivitas yang membawa keberkahan. Seorang mahasiswa yang saum, adalah mahasiswa yang mampu menahan dirinya dari niatan dan aktivitas bodoh: mencontek, plagiat, tawuran, membolos, tidak patuh, menjadi pembangkang, memilih jalan pintas; dan mengkonversinya menjadi aktivitas sadar untuk menjalankan proses berpendidikan tahap demi tahapnya. Seorang guru atau dosen yang saum, adalah guru atau dosen yang mampu menahan dirinya dari kelakukan yang tidak patut diteladani: berbohong, tidak objektif, sombong, mau menang sendiri, tidak on-time, pemalas, penuh alasan, lempar tanggung jawab, bermental kerupuk; dan mengkonversinya menjadi aktivitas dan tindakan yang penuh ghiroh dan menjadi garda terdepan pembela kebenaran.

Sehingga memang benar adanya, bahwa tidak semua manusia mampu untuk saum; hanya orang-orang pilihan – yang memiliki keyakinan tinggi atas kebenaran hakiki – sajalah yang ikhlas melakukan saum. Sehingga memang benar adanya, bahwa orang yang saum adalah orang yang sepanjang berkehidupannya di muka bumi – dengan penuh kesadaran dan berusaha sungguh-sungguh – untuk selalu ada di atas jalan lurusNYA. Sehingga memang benar adanya, jika Indonesia merupakan negara yang penduduk mayoritasnya adalah orang-orang yang saum, yang secara kolektif mengadopsi sistem kenegaraan bernilai pemaknaan saum; maka negara ini akan menjadi negara yang subur, makmur, aman, serta penuh rahmat, kebajikan dan ampunan. Ayo Indonesia, ayo saum... [dnu]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun