Banyak pihak yang tidak sadar bahwa kelompok-kelompok radikal dan menjurus ke teror sangat giat menggunakan perangkat lunak digital terbaru. Beberapa media asing melaporkan bahwa bahwa beberapa kelompok yang terafiliasi dengan al Qaeda termasuk Islamic State (IS) mengumumkan kepada para pengikutnya bahwa mereka akan mulai mengadakan lokakarya secara online. Mereka kemudian diketahui menggunakan chatbot AI (aplikasi chat)
Ini merupakan bukti, sekalipun Osama bin Laden yang memimpin al Qaeda telah tewas ditembak, namun organisasi ini tidak benar-benar mati. Mereka tetap menginspirasi banyak orang yang meyakini faham mereka untuk bertindak ekstrem demi apa yang mereka yakini sebagai ajaran agama.Â
Demikian juga IS. Meski pun perjuangan mereka di Irak dan Suriah gagal total, bahkan banyak dari simpatisan global mereka yang dipenjara sebagai penjahat perang, namun semangat mereka ternyata masih hidup di tangan para simpatisan lain yang masih ada di dunia, termasuk Indonesia. Â Keduanya punya persamaan yaitu menginginkan berdirinya kekhalifahan untuk meneruskan kekhafihan Otsmani yang runtuh pada awal abad ke 20.
Kelompok IS meski sudah terbukti gagal di Suriah, namun mereka masih sempat melakukan aksi terorisme di Moskow. Aksi itu adalah pembakaran dan serangan terhadap massa yang sedang menonton konser rock di balaikota. Akibat dari serangan itu sekitar 140 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Â Selang beberapa hari setelahnya, kelompok IS yang melakukan aksi itu sempat menerbitkan berita palsi soal serangan itu.
Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kelompok-kelompok radikal di tingkat global sudah menggunakan AI sebagai pelengkap propaganda mereka. Bahkan mereka tak segan untuk merekayasanya, sehingga jauh dari kenyataan. Hal ini sudah terbukti dari bagaimana IS merekayasa keadaan di Suriah melalui konten dan AI yang menyebarkannya.
Hal ini tidak menutup kemungkinan akan dilakukan juga oleh kelompok-kelompok radikal di Indonesia. AI adalah keniscayaan karena pada zaman ini nyaris tidak mungkin hidup tanpa AI. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah bagaimana konten yang sudah direkayasa itu menginspirasi. Kita masih ingat bagaimana seorang pemuda di Sukoharjo, secara mandiri belajar merakit bom panci dari internet.Â
Setelah dianggap cukup mumpuni dia menyerang sebuah pos polisi di Sukoharjo. Meskipun gagal, hal itu bisa menjadi early warning bagi para aparat dan masyarakat akan bahaya kelompok ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H