Pada tahun 2011 saat Islamic State of Iraq and Siria melakukan kampanye untuk membangkitkan kembali romantisme kejayaan khilafah di dunia, berduyun-duyun orang mensupportnya. Baik dengan dana yang tak terhingga (sampai pengusaha minyak) dan semangat untuk melakukan jihad dari ratusan ribu orang simpatisannya.
Mereka terpengaruh pada narasi-narasi, gimmick dan meme yang disodorkan oleh pihak ISIS soal kehidupan jika ISIS menang atas pemerintahan resmi Siria. Umat Islam yang meyakini bahwa kekhilafahanlah kehidupan ideal bagi mereka yang taat kepada ajaran islam. Di sebuah media pada saat itu diceritakan bahwa banyak keluarga Indoensia yang pergi ke Siria dengan menjual semua asetnya demi sebuah kekhilafahan yang mereka impikan.
Ternyata dalam tayangan media tadi, hal itu tidak mereka jumpai. Malah mereka menemui peperangan yang mereka sebut jihad sebagai sesuatu yang sama sekali tidak imbang dan layak. Mereka sering berperang dengan senjata seadaanhya, sedang istrinya diminta untuk melayani kebutuhan seks para jihadis itu. Anak-anak mereka yang seharusnya sekolah tidak bisa dilakukan karena keadaan memang tidak memungkinkan.
Namun narasi-narasi tentang konsidi ideal kekhilafahan terus mereka dengungkan Pada tahin ini 2024 adalah peringatan 100 tahun keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani. Karena pada tahun 1924 adalah awal keruntuhan kekhilafahan itu yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hamid II . Tahun itu mereka memutuskan untuk berganti menjadi negara sekuler dibawah kepemimpinan Mustafa Kemal Pasha.
Tonggak-tonggak sejarah itu dan durasi 100 tahun yang kosong itu menjadi hal penting bagi pemuja kekhilafahan. Mereka terlihat terus berjuang demi menegakkan kekhilafahan itu. Tahun ini diyakini oleh mereka akan menjadi awal kebangkitan untuk mewujudkan kekhilafahan itu.
Di Indoensia sendiri para pemuja itu, bertekad untuk memperingati secara besar-besaran. Menurut beberapa sumber, akan ada peringatan khilafah Utsmani itu tepat pada bulan saat kita melakukan pesta demokrasi. Bagi mereka demokrasi adalah sesuatu yang tidak ada dalam ajaran Islam. Mereka memperingati ini karena mereka merasa wajib untuk terus berjuang memunculkan kembali kekhilafahan. Ini menjadi hal krusial karena bisa saja dftelan mentah-mentah oleh para simpatisannya itu.
Bagi negara-negara dengan mayoritas penduduk Islam seperti Arab Saudi atau Brunei Darussalam atau beberapa negara lainnya, dengan sadar mereka memilih bentuk negara sendiri di luar kekhilafahan. Terbukti mereka lebih memilih monarki absolut berupa kerajaan yang merekaanggap ideal bagi negara mereka . Tidak ngotot untuk mewujudkan kekhilafahan.
Bagi kita, penting sekali memberi pemahaman kontra narasi yang edukatif terhadap propaganda kebangkitan khilafah dengan memperkuat wawasan kebangsaan kepada generasi muda. Selain itu, Pendekatan keagamaan yang normative harus diselaraskan dengan pendekatan historis yang mendalam agar memberikan pemahaman yang komprehensif bagi generasi saat ini. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H