Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama sebagai Anti Tesis Kekerasan dan Intoleransi

9 Desember 2023   10:00 Diperbarui: 9 Desember 2023   10:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajaran-ajaran agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu) dan aliran kepercayaan yang ada di Indonesia adalah antitesis dari pemikiran chauvinistik dan inteloransi. Hal itu bisa dilihat dari bagaimana negara ini dibentuk, di mana sekolah-sekolah agama menyerukan tentang pentingnya melawan penjajah. Secara institusional agama-agama sudah menyatakan keharusan untuk bersatu-padu demi meraih kemerdekaan.

Di masa kini, ada banyak cermin tentang bagaimana agama tidak mengajarkan ekslusifisme dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pada 13 Januari 2023 lalu ada acara untuk merayakan toleransi dan keberagaman di Jombang, Jawa Timur. Tidak kurang dari delapan puluh siswa-siswi sekolah lintas keyakinan melakukan "kampanye" dan sosialisasi tentang indahnya kebersamaan. Mereka membatik bareng sebagai peringatan atau Haul Gus Dur ke-13. Gus Dur atau Kiai Abdurrahman Wahid adalah presiden keempat Republik Indonesia yang dikenal sebagai sosok Bapak Toleransi.

Sementara itu, pada Senin 29 Mei 2023 sebuah acara diskusi kelompok terkonsentrasi atau FGD diadakan di Manado. Pesertanya adalah para guru SMA/SMK dan acara itu diprakarsai oleh Institut Dialog Antariman di Indonesia. Tujuannya adalah mendorong agar para guru giat memberikan pemahaman tentang indahnya toleransi di bumi keberagaman seperti Indonesia.

Prinsipnya, semua agama selalu berupaya keras memberikan pengertian pada umatnya agar selalu menjaga iman sekaligus tetap bertoleransi pada umat beragama lain. Hidup berdampingan dan tidak saling menepikan.

Intoleransi bukan ajaran agama-agama yang ada di Indonesia. Intoleransi berangkat dari ideologi eksklusif. Sikap eksklusif ini bisa membuat pelakunya diskriminatif pada orang yang memiliki perbedaan dengan dirinya. Perlakukan diskriminatif bisa sampai pada tindak kekerasan bahkan teror. Teror inilah yang sekarang menjadi musuh dunia.   

Hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda keyakinan adalah sebuah kelumrahan. Asalkan tidak mencampuradukkan ritual agama, ada banyak hal yang bisa dikerjasamakan. Sebagai contoh, hal-hal yang sifatnya membangun ekonomi kerakyatan, politik yang santun, hingga pendidikan moral dan etika. Apalagi, kitab-kitab suci maupun prinsip-prinsip kepercayaan yang ada di Indonesia selalu menggelorakan semangat kasih sayang.

Di era keterbukaan infomasi seperti sekarang ini ideologi eksklusif yang melenceng dari jiwa pancasilais mudah terlontar di ruang-ruang maya. Para orang tua maupun pendidik di sekolah formal maupun informal mesti punya pemahaman bersama: bahwa membentengi generasi muda dari ancaman intoleransi adalah tanggung jawab kolektif. Kreatifitas untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan mesti terus digali. Agar ajaran agama hadir sebagai inspirasi dan menyamankan kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun