Pilkada telah usai. Beberapa daerah mulai berbenah menyambut pemimpin baru. Siapapun pemimpin yang terpilih dalam perhelatan demokrasi, masyarakat berharap dalam lima tahun kedepan mulai ada perubahan yang lebih baik. Karena itulah, tidak ada gunanya saling menjatuhkan seperti sebelum pilkada. Seperti kita, di era sebelum pilkada, ujaran kebencian marak dimana-mana.Â
Tidak hanya para timses, para pendukungnya pun juga saling menjelekkan satu dengan yang lain. Kini, meski hasil hitung cepat sudah diketahui pemenangnya, namun perhitungan manual yang dilakukan KPU masih dalam proses. Siapapun yang menang, para pemimpin dan pendukungnya, diharapkan juga merangkul pihak yang kalah. Sementara pihak yang kalah, diharapkan juga memberikan dukungan penuh terhadap pemimpin yang menang.
Proses pembelajran diatas akan menyehatkan sistem demokrasi kita. Dimana rasa saling menghargai dan menghormati tetap dijunjung tinggi. Rekonsiliasi kebangsaan harus terus disuarakan oleh semua pihak. Hal ini penting agar persatuan dan kesatuan di negeri ini tetap terjaga. Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi.Â
Berbeda suku, agama, bahasa, pandangan semestinya sudah menjadi hal yang lumrah. Karena dalam sejarahnya, Indonesia sudah dipenuhi keberagaman sejak awal. Masyarakat dari ujung Aceh hingga Papua, mempunyai karakter yang berbeda-beda. Dan perbedaan itulah yang disatukan Pancasila, melalui bhineka tunggal ika. Â
Tidak perlu lagi memendam kekecewaan atas kekalahan pilkada. Dan tak perlu juga merayakan kemenanan secara berlebihan. Ingat, yang terpilih harus menjalankan mandat yang diberikan rakyat, bukan mandat yang diberikan oleh kelompoknya. Mari semuanya berpikir untuk kepentingan bangsa. Pemimpin yang terpilih harus menjadi pemimpin untuk semua. Pemimpin terpilih tidak boleh berpikiran sempit, yang hanya menguntungkan kelompoknya saja. Kelompok yang berbeda juga harus dirangkul. Agar kerukunan dan kebergaman di negeri ini tetap terjaga.
Saling merangkul dan mendukung, pada dasarnya sudah diajarkan oleh para pendahulu negeri ini. Perbedaan politik atau pilihan politik, tidak semestinya terus menyebabkan suburnya kebencian terhadap pemimpin terpilih. Ingat, memelihara kebencian sama halnya dengan memelihara persoalan.Â
Karena kebencian akan terus melahirkan perilaku dan ucapan yang intoleran. Dan intoleransi akan menyebabkan terorisme.Â
Karena hampir semua pelaku teror yang tertangkap, terus memelihara bibit kebencian terhadap pihak tertentu. Mereka merasa paling benar sehingga tidak berpikir terbuka. Sementara Indonesia, negara yang sangat luas dengan dinamikanya yang begitu cepat. Dan berpikir terbuka tidak bisa dihindarkan di era informasi yang begitu cepat seperti sekarang ini.
Jika semua pihak bisa saling merangkul dan mendukung, bibit kebencian itu pelan-pelan akan hilang. Tidak ada lagi politik balas dendam. Yang ada adalah politik untuk kedamaian dan kesehteraan.Â
Untuk itulah, penting saling bertukar ide dan gagasan dari pada bertukar kebencian. Karena kita Indonesia, tidak perlu saling bertengkar. Karena kita Indonesia, saling menghormati, menghargai, dan menjunjung toleransi serta kerukunan merupakan nilai-nilai yang melekat pada setiap pribadi manusianya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H