Mohon tunggu...
Dita Silalahi
Dita Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Do u think all humans are same?

In life, no matter who is loved or hated, because the important thing is that God loves you.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Manusia dan Segala Persepsinya

6 Februari 2022   16:32 Diperbarui: 6 Februari 2022   16:40 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(i) siapa yang benar?siapa yang salah? (Dokpri)

Manusia diberi keistemewaan oleh sang pencipta dengan menjadikan manusia sebagai makhluk berpikir, yang memiliki akal dan perasaan. Setiap manusia memiliki cara berpikirnya masing-masing, jadi hal wajar jika terjadi perbedaan pendapat antara sesama manusia. Bahkan saudara kembar identikpun memiliki cara berpikir yang berbeda dan menciptakan persepsinya masing-masing.

Persepsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau berarti juga proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya. Segala persepsi bersifat tidak mutlak dan tidak selalu benar dan bukan berarti selalu salah.

Ibaratkan seorang A dan seorang B yang melihat permukaan uang logam dari sisi yang berbeda, seorang A mengatakan bahwa permukaan uang logam itu berupa gambar, sedangkan seorang B mengatakan bahwa permukaan uang logam itu adalah berupa angka. Lalu, siapakah yang benar antara seorang A dan seorang B? begitulah pada akhirnya sering memicu perdebatan dari perbedaan pendapat. Setiap manusia memiliki persepsinya masing-masing dari apa yang dilihat, atau dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kembali pada kisah seorang A dan seorang B, pada kasus ini seorang A akan mengatakan bahwa seorang B salah dengan jawabannya, begitupun sebaliknya. Namun, kenyataanya tidak ada yang salah diantara mereka berdua, ini hanya tentang dari sudut pandang mana kamu melihatnya.

Mungkin perdebatan dari perbedaan pendapat atau persepsi menjadi hal yang wajar bagi manusia. Yang menjadi permasalahan adalah sering terjadi seseorang merasa persepsinya adalah yang paling benar dan memaksakan pendapatnya menjadi hukum mutlak dan harus diakui benar oleh orang lain, pada saat inilah manusia menjadi makhluk yang egois. Memaksakan kehendak bukanlah menjadi jawaban yang benar ketika menghadapi perbedaan pendapat, cobalah untuk lebih mendengar orang lain, mencerna persepsinya dan lihat dari sudut pandang lain. Mungkin saja, setelah menelaah dari sudut pandang yang lain justru persepsi yang sebelumnya menjadi suatu pendapat yang salah, atau mungkin menjadi fifty-fifty, antara benar dan salah.

Lalu bagaimana dengan manusia yang diciptakan menjadi makhluk berpikir, namun berpikirnya dengan cara yang berlebihan, atau sering disebut dengan istilah overthinking. Segala sesuatu yang bernilai berlebihan memang tidak baik, berlebihan minum obatpun tidak baik bisa menyebabkan overdosis obat yang berakibat fatal bagi tubuh. Bahkan terlalu baik kepada orang lainpun menjadi hal yang salah. Maka dari itu, sebagai manusia yang berpikir, harus mengingatkan diri kita sendiri bahwa segala sesuatunya memiliki batas atau kadarnya, dalam hal apapun itu.

Namun, apa yang menjadi penyebab manusia menjadi terlalu overthinking? Sering kali, manusia menjadi overthinking karena ucapan orang-orang disekitarnya. Terlalu menyerap semua perkataan orang-orang disekitarnya, kemudian membawanya ke dalam pikirannya hingga terhanyut dengan ucapan-ucapan itu. 

Ini adalah salah satu factor eksternal yang meyebabkan seseorang menjadi overthinking. Yang menjadi factor internal adalah, secara tidak sadar diri sendiri menciptakan persepsinya sendiri dari ucapan orang lain, padahal bisa saja sebenarnya apa yang diucapkan orang lain tidak bermaksud sama dengan persepsi yang kita ciptakan sendiri. Lalu bagaimana untuk menghindari hal-hal seperti ini? 

Seseorang pernah mengatakan kepada saya, sang pencipta memberi dua telapak tangan pada setiap manusia bukan untuk menutup mulut manusia lainnya, melainkan menutup kedua telinga kita agar tidak mendengar uapat dari mulut-malut manusia lainnya. Kedua telapak tangan yang kita miliki tidak akan bisa menutup semua mulut manusia yang ada di muka bumi ini, dan kita sendiri pun tidak punya hak menutup mulut dan membatasi persepsi orang lain, tetapi kita memiliki hak penuh atas diri kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun