Menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap integritas hakim konstitusi merupakan suatu kemunduran dari pembaharuan sistem hukum Nasional. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan negara yang dibentuk melalui amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan akibat dan implikasi dari perubahan beralihnya kedaulatan dan kewenangan yang dimiliki oleh MPR. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sendiri merupakan bentuk koreksi dan evaluasi terhadap adanya pengalaman-pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu. Mahkamah Konstitusi yang umumnya dikenal dengan MK memiliki tanggungjawab melaksanakan fungsi ketatanegaraan dalam bidang peradilan. MK diberikan kewenangan untuk menguji aturan Undang-Undang dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, tentunya ada unsur terpenting yang mempengaruhinya yakni adalah kemampuan dan integritas dari hakim-hakim MK yang berkualitas dalam menjalankan tugasnya.
Integritas yang dimaksud adalah kepribadian yang baik, adil dan seorang negarawan sejati yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang ketatanegaraan. MK merupaka satu-satu nya lembaga peradilan yang diandalkan oleh masyarakat untuk mendapatkan hak konstitusionalnya. Namun, beberapa tahun belakangan justru eksistensi MK menurun dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut turut mengalami penurunan. Apabila kita melihat apa yang menjadi faktor yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah karena elektabilitas dan integritas hakim konstitusi yang menurun. Dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi turunnya rasa kepercayaan publik terhadapat lembaga tersebut. Berdasarkan fakta-fakta yang terlihat, hal ini tentunya berkaitan dengan sistem seleksi hakim konstitusi yang dianggap tidak objektif, tidak transparan dan partisipatif sehingga cenderung menjadikan hakim-hakim yang terpilih tersebut memiliki kepentingan yang melekat dan membawa kepentingan untuk lembaga yang mengusulnya. Dari berbagai permasalahan yang terjadi tentunya ada hal yang menjadi sorotan yakni perlu adanya evaluasi dan rekonspetualisasi sistem seleksi hakim-hakim konstitusi.
Urgensi perubahan atas evaluasi dan rekonseptualisasi tersebut tentunya akan berdampak pada kualitas-kualitas hakim yang mengisi pada lembaga MK tersebut. Perlu adanya susunan kriteria dan seleksi terbuka untuk mengisi posisi hakim-hakim konstitusi tersebut. Tujuannya adalah untuk mewujudkan hakim-hakim konstitusi yang berintegritas, berkepribadian baik dan seorang negarawan sejati yang tentunya memiliki keahlian dan keilmuan di bidang ketatanegaraan. Selama ini, seleksi hakim konstitusi cenderung sarat akan kepentingan dan nepotisme sehingga dianggap tidak akuntabel dan tidak objektif sehingga segala keputusan yang di ambil cenderung memiliki keberpihakkan tersendiri untuk lembaga yang mengusulnya. Atas hal-hal tersebut, perlu kiranya untuk menjadi bahan evaluasi bagi pemerintahan untuk melakukan penyusunan ulang atau melakukan rekonseptualisasi atas perubahan sistem seleksi rekrutmen hakim konstitusi sehingga dapat mewujudkan hakim-hakim konstitusi yang berintegritas dan menjunjung tinggi marwah peradilan yang bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H