Penelitian ini berfokus pada pemetaan habitat bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik yang terancam punah, di Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Dengan metode Maxent (Maximum Entropy), penelitian ini memanfaatkan titik koordinat keberadaan bekantan dan variabel lingkungan penting seperti jarak dari sungai, suhu permukaan tanah (LST), indeks vegetasi (NDVI), serta jarak dari permukiman, perkebunan, dan persawahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa habitat bekantan yang ideal ditandai dengan kedekatan pada sungai, vegetasi lebat, dan lokasi yang jauh dari aktivitas manusia.
Berikut variabel data yang digunakan
Metode Maxent terbukti efektif dalam memetakan distribusi habitat karena dapat menghasilkan peta prediksi yang menunjukkan kesesuaian habitat, dengan warna merah sebagai indikasi area paling cocok bagi bekantan. Wilayah-wilayah ini berada di dekat sungai dengan vegetasi yang padat, menyediakan kebutuhan dasar bekantan seperti makanan dan tempat berlindung.
Penelitian ini tidak hanya menambah pemahaman ilmiah tentang ekologi bekantan tetapi juga memberi dampak praktis yang signifikan dalam konservasi. Pemetaan ini membantu pihak konservasi dalam merancang strategi pelindungan spesies dan habitatnya di Kalimantan Selatan. Kegiatan magang yang dilaksanakan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan, Seksi Konservasi Wilayah II Banjarbaru, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terlibat langsung dalam upaya konservasi, memperluas kompetensi dalam pemetaan, pengoperasian GPS, dan analisis habitat menggunakan teknologi GIS.
Dengan demikian, penelitian ini menjadi landasan penting bagi keberlanjutan upaya konservasi bekantan dan penentuan kebijakan perlindungan lingkungan yang lebih baik di Kalimantan Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H