Â
Kota DKI Jakarta khususnya Jakarta Pusat memiliki keunggulan yang menjadi ciri khas menonjol diwilayahnya. Pusat toko grosir pakaian terbesar di Asia Tenggara menjadi julukan untuk pasar Tanah Abang. Tidak dipungkiri lagi ketertarikan masyarakat untuk berbondong-bondong menghampiri pasar Tanah Abang dengan maksud untuk berburu berbagai baju, celana, sprei, kacamata hingga berbagai macam batik dengan harga cukup miring dibawah rata-rata.
Semakin lama bisnis di Tanah Abang semakin meroket pengunjung dan peminatnya, siapa yang tidak tergiur dengan harga fantastis murah ini. Kualitas tidak jauh berbeda dengan barang-barang mahal yang dipajang pada mall-mall ibu kota Indonesia ini. Bahkan, banyak pedagang diwilayah Jawa seperti Surabaya, Yogyakarta hingga Solo yang datang untuk memburu baju-baju murah ini untuk kembali dijual dengan harga yang cukup jauh dari harga aslinya.
Pasar Tanah Abang berdekatan dengan stasiun KRL, dengan mudah tanpa terbatas oleh jarak setiap masyarakat yang tinggal sekeliling Jabodetabek dimudahkan untuk sampai ke Tanah Abang. Dengan biaya ongkos yang murah semakin mendorong semangat masyarakat untuk berburu barang-barang murah.
Semakin ramai para pengunjung maka semakin semangat para penjual untuk berdagang hingga menghalalkan segala cara tanpa memikirkan akibatnya. Sepanjang jalan Tanah Abang terdapat trotoar yang tentu saja berfungsi untuk jalannya para pengunjung yang datang. Namun sayang, trotoar ini hari demi hari berubah fungsi menjadi sebuah lapak yang "gelap" cara mendapatkannya.
Penggunaan trotoar ini tentu berdampak pada arus lalu lintas disekitar pasar Tanah Abang ini, tentu saja kemacetan sering terjadi karena banyak masyarakat yang berjalan pelan untuk melihat dagangan yang ada. Karena trotoarnya habis termakan lapak penjual, hal ini membuat para pejalan kaki melipir sepanjang jalan raya Tanah Abang yang tentu saja dapat menimbulkan kemacetan dan resiko kecelakaan.
Para pedagang ini enggan berbagi informasi mengenai cara mendapatkan lahan di trotoar ini, "maklum kak ini bisnis gelap," ujar Kiki salah satu pedagang pakaian dalam di trotoar. Para pedagang ini kompak untuk menutupi hal yang berkaitan dengan lapak trotoar.
"Sebenarnya kami tau kak tidak boleh berdagang diatas trotoar tapi kami ini rakyat miskin. Di dalam lapaknya mahal kami tidak sanggup apalagi pengunjungnya sedikit." Tambah Mahmud pedagang perlengkapan ibadah. Memang betul adanya, sepanjang jalan kami mengamati tingkat pengunjung yang datang. Rata-rata yang pasti ramai dilalui ialah trotoar karena dekat dengan pengunjung yang turun dari KRL.
Tak hanya para pedagang baju, celana, tas, maupun perlengkapan ibadah saja melainkan para pedagang minuman pun banyak yang berdagang di sekitar trotoar tersebut. Banyaknya pedagang minuman yang tersebar di pinggir trotoar pun juga menimbulkan kepadatan di sepanjang trotoar tersebut. Terlebih lagi, para angkutan umum yang sering kali mengetem di area sekitar.
Terkait dengan kepadatan tersebut tentu membuat masyarakat yang sedang berbelanja maupun yang hanya jalan-jalan di sekitar resah. Petugas Satpol PP mengatakan "kami belum bisa menertibkan pasar Tanah Abang karena menunggu kebijakan dari gubernur baru."