Pilkada Sidoarjo 2024 menjadi momen krusial bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan. Namun, di tengah harapan akan pemimpin yang bersih dan berintegritas, muncul tantangan besar berupa nepotisme yang mengakar kuat dalam politik lokal. Nepotisme, yang merujuk pada praktik memberikan posisi kepada anggota keluarga, sering kali menghambat demokrasi dan menciptakan kesenjangan antara ekspektasi masyarakat dan realita yang ada.
Masyarakat menginginkan calon-calon baru yang mampu memberikan inovasi dan perubahan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa keluarga Saiful Ilah, yang telah lama terlibat dalam politik Sidoarjo, kembali mencalonkan diri dalam Pilkada ini. Dengan beberapa anggota keluarga Saiful Ilah memiliki posisi penting sebelumnya, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampak dinasti politik terhadap keputusan dan kebijakan publik yang diambil.
Saiful Ilah merupakan seorang politisi yang telah menjabat sebagai Bupati Sidoarjo selama dua periode. Selama masa jabatannya, ia dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat dan aktif dalam berbagai program pembangunan. Namun, di balik kesuksesannya, ada isu nepotisme yang mencuat, terutama menjelang Pilkada Sidoarjo 2024. Keluarga Saiful Ilah, termasuk anak dan kerabatnya, terlibat dalam politik lokal dengan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Situasi ini menciptakan kesan bahwa kekuasaan politik di Sidoarjo dikuasai oleh satu keluarga.
Dampak Nepotisme Terhadap Masyarakat
Praktek nepotisme sangat berdampak pada masyarakat, terutama di bidang politik dan pemerintahan. Salah satu konsekuensi yang paling signifikan adalah penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Pemilih cenderung menjadi skeptis terhadap integritas sistem jika mereka percaya bahwa pemilihan tidak adil dan didominasi oleh kepentingan pribadi atau keluarga tertentu. Ini dapat menyebabkan apatisme politik, di mana masyarakat percaya bahwa suara mereka tidak penting dan pemimpin yang mereka pilih tidak akan melakukan perubahan. Hal ini menyebabkan partisipasi pemilih yang rendah dalam pemilu, yang mengurangi legitimasi pemerintahan yang terpilih.
Selain itu, nepotisme dapat menghalangi inovasi dan transformasi pemerintahan. Ketika satu keluarga atau kelompok terus memegang kekuasaan, ada kemungkinan stagnasi dalam cara berpikir dan menyelesaikan masalah. Pemimpin yang berasal dari berbagai latar belakang biasanya dapat membawa perspektif baru, gagasan, dan solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Namun, jika pemimpin hanya berasal dari satu keluarga yang terus-menerus dipilih, sangat sulit untuk menemukan pemimpin yang cerdas dan adaptif terhadap perubahan zaman. Ketika ini terjadi, masyarakat mungkin terjebak dalam kebijakan yang sudah tua dan tidak berlaku lagi.
Nepotisme juga dapat menyebabkan budaya ketidakadilan dan ketidakpuasan di masyarakat. Orang dapat menjadi frustrasi dan tidak adil ketika mereka merasa bahwa hubungan keluarga membatasi mereka untuk berpartisipasi dalam proses politik. Masyarakat mungkin merasa tidak dapat berpartisipasi dalam keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Karena kelompok yang merasa terpinggirkan berusaha untuk menuntut hak dan keadilan, ini dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan konflik di masyarakat.
Harapan untuk Pilkada Tanpa Nepotisme
Andai saja Pilkada Sidoarjo 2024 tidak melibatkan nepotisme, peluang untuk munculnya pemimpin baru yang berkualitas akan lebih besar. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih berdasarkan kemampuan, pengalaman, dan visi yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat, bukan hanya karena hubungan keluarga atau latar belakang politik sebelumnya. Pemilih dapat menilai kandidat berdasarkan inovasi, prestasi, dan komitmen mereka terhadap kepentingan masyarakat.
Calon-calon yang beragam dapat mencalonkan diri saat pemilihan tidak didominasi oleh dinasti politik. Ini akan menciptakan dinamika baru dalam proses pemilihan yang memungkinkan ide-ide baru dan solusi kreatif bersaing dengan sehat. Pemimpin yang lebih responsif dan adaptif dapat dihasilkan dari masyarakat untuk menangani tantangan yang dihadapi, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Selain itu, pilkada yang tidak melibatkan nepotisme memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Ketika pemilih merasa dapat mempengaruhi keputusan pemilihan melalui suara mereka, mereka akan lebih terdorong untuk berpartisipasi. Hal ini dapat mengurangi apatis dan meningkatkan kesadaran politik warga, memperkuat demokrasi lokal. Proses politik akan menjadi lebih inklusif dan representatif jika masyarakat lebih berani menyuarakan aspirasi dan harapan mereka.