Mohon tunggu...
Dita Lupita Sari
Dita Lupita Sari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa yang sedang menempuh semester akhir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebangkitan Pemikiran untuk Kebangkitan Energi

4 November 2013   12:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berbicara tentang energi baru, maka kita tidak akan terlepas dari membicarakan energi lama. Minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama manusia saat ini namun seiring dengan konsumsi minyak bumi yang sangat besar maka diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, sumber energi ini akan habis. Dari aspek penyediaan, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumberdaya energi baik energi yang tidak dapat diperbarui maupun yang dapat diperbarui. Berdasarkan data dari kementrian ESDM, konsumsi energi di Indonesia mengalami peningkatan 2.73 persen sedangkan diperkirakan cadangan energi minyak mentah Indonesia hanya dapat digunakan dalam kurun waktu 22.99 tahun.Angka ini didapatkan berdasarkan asumsi bahwa tidak ditemukan ladang baru minyak mentah. Maka dapat disimpulkan jika cadangan energi tersebut habis, maka Indonesia yang kaya ini harus membeli minyak dari luar negeri.

Sangat ironis, ketika negara ini disinyalir memiliki kekayaan Sumber Daya Alam yang sangat besar terancam menjadi importir minyak. Sangat cocok dengan pepatah ayam mati di lumbung padi. Pertanyaan pertama yang muncul adalah, benarkah rakyat Indonesia menikmati semua hasil minyak mentah yang dihasilkan oleh sumber-sumber minyak di negara ini? Menurut data  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2009, dari total produksi minyak di Indonesia,  Pertamina hanya memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai swasta asing  seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%), Chonoco Philips  (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Dan faktanya kini PT Chevron Pacific Indonesia, produsen minyak asal Amerika Serikat, masih menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia. Hingga 27 Januari 2013, Chevron memproduksi minyak sebanyak 327.692 barel per hari (bph). (bisnis.liputan6.com). Berdasarkan data di atas, jelas sekali terlihat bahwa bukan rakyat Indonesia yang menikmati sumber energi negeri ini.

Padahal sudah sangat jelas tertera dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun jika Chevron yang notabene adalah perusahaan Amerika adalah produsen terbesar minyak negeri ini apakah bisa kita katakan bahwa negeri ini berkuasa atas sumber daya energinya? Liberalisasi yang dituangkan dalam Undang-undang (UU) 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sangat jelas bertentangan UUD 1945. Tidak ada kedaulatan energi dan tidak ada rakyat yang dimakmurkan. Jadi jika berbicara tentang pencarian dan penggunaan energi baru oleh rakyat negeri ini, maka kita harus yakinkan bahwa apa yang diberikan sang Pencipta kepada mereka benar-benar telah dinikmati oleh rakyat dan bukan dinikmati oleh segelintir orang yang terdapat dalam beberapa negara. Maka kita perlu berpikir ulang tentang liberalisasi sumber energi jika memang ingin memakmurkan rakyat.

Jika rakyat memang menikmati semua sumber energi dan kemudian sumber energi ini terancam akan habis dinikmati di masa depan maka tentu tidak akan terlalu sulit untuk meminta rakyat ikut berperan dalam mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Karena mereka membutuhkan sumber energi untuk beraktifitas. Maka langkah selanjutnya adalah bagaimana pemerintah memberikan fasilitas kepada rakyat yang menghantarkan mereka ke dalam proses mencari, mengembangkan dan menggunakan sumber energi baru.

Dalam proses mencari dan mengembangkan sumber energi baru ternyata masyarakat Indonesia sudah lama berupaya melakukan hal tersebut. Beberapa sumber energi alternatif yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut:

Sumber Energi Matahari

Pengembangan sumber energi matahari sebagai sumber energi alternatif sudah dilakukan di Indonesia. Awalnya hanya dikembangkan oleh beberapa elemen masyarakat namun beberapa tahun terakhir telah dikembangkan juga oleh pemerintah. Terbukti dengan adanya pembangunan 3 PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Karangasem, Bali dan Sumbawa. Berdasarkan informasi yang dikeluarkan Kementrian ESDM potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. (esdm.go.id). Tentu pemerintah harus mau peduli dengan berinvestasi untuk mendukung kemandirian pembangunan PLTS.

Sumber Energi Angin

Potensi energi angin di Indonesia mencapai 9,4 Gigawatt per Hour (Gwh). Namun potensi besar ini belum banyak mendapat dukungan dari pemerintah. Masyarakat masih mengembangkan sendiri dan hasilnya tentu tidak banyak dinikmati oleh masyarakat luas karena keterbatasan dana dan teknologi. Contoh pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) melalui kincir angin di daerah Bantul, Jawa Tengah. Sekali lagi, pengembangan sumber energi angin tidak akan dapat menggantikan sumber energi yang sekarang digunakan jika tidak ada upaya dari pemerintah untuk mengimpementasikannya.

Sumber Energi Biomassa

Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata mengatakan, sebagai sumber energi alternatif, biomassa memiliki potensi yang sangat besar dengan total cadangan sekitar 60 juta ton yang setara dengan 50 GW pembangkit listrik. (ristek.goi.id). Pengembangan penggunaan sumber energi biomassa sendiri sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat. Salah satunya yang dikembangkan oleh elemen masyarakat di Jawa Barat. Sonson Garsoni selaku Direktur PT. Cipta Visi Kencana, telah melakukan uji coba penggunaan energi biomassa di beberapa daerah antara lainCipondoh Tangerang, pesantren Internasional di Indramayu, dan Tasikmalaya.

Di Danau Cipondoh menggunakan Biogas Digester 3000 liter (BD 3000 L) dengan memasukan biomassa perhari 150 kg (material kering), dan sudah mampu mengahasilkan energi listrik  sekitar 5 kw atau 5000 watt perhari. Biogas yang dihasilkan mempunyai kemunian lebih dari 80% metan (CH4) sebanyak 5,4 m3 yang mampu memasak atau setara 2,48 kg LPG atau bisa menyalakan 1 unit genset 1000 watt. (green.kompasiana.com). Jika apa yang telah dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat seperti di atas diimplementasikan oleh pemerintah dalam sebuah proyek besar pembangunan sumber energi biomassa, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan energi penduduknya dengan sumber energi biomassa.

Dari beberapa sumber energi baru yang dipaparkan di atas, hal yang perlu disoroti adalah bahwa belum adanya upaya maksimal dari pemerintah untuk mendukung pengembangan sumber energi baru. Beberapa pengembangan masih berupa pilot project yang dikembangkan sendiri oleh masyarakat dengan dana terbatas dan tentu saja hanya memenuhi kebutuhan segelintir masyarakat sekitar. Perlu adanya perubahan pemikiran dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan teknologi dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan dalam pemanfaatan sumber energi baru.

Setelah pemerintah telah terbukti mampu menghasilkan sumber energi baru secara melimpah maka yang perlu dilakukan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan rakyat secara langsung dapat mengakses sumber energi baru tersebut. Jika masih diklaim bahwa penggunaan energi baru tidak dilakukan oleh rakyat, hal tersebut bisa jadikarena rakyat tidak diberikan sarana untuk mengakses dan tidak diberikan edukasi tentang hal tersebut. Maka rakyatpun harus berperan dalam hal ini. Jika pemerintah membutuhkan bantuan dari rakyat dalam rangka edukasi sumber daya baru maka rakyat pun harus perduli karena mereka yang akan menggunakan energi tersebut. Jangan akhirnya rakyat terus-terusan manja dengan terus memanfaatkan sumber energi yang ada. Maka dari sini, rakyat membutuhkan perubahan pemikiran tentang adanya sumber energi baru yang dapat digunakan oleh mereka untuk melakukan aktivitas.

Dari pemaparan tulisan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kebangkitan energi butuh perubahan pemikiran dari pemerintah dan rakyat. Pemerintah harus merubah pemikirannya tentang kebijakan pengelolaan sumber energi yang dimiliki sekarang ini dengan meninjau kembali kebijakan liberalisasi sehingga pengelolaan sumber energi Indonesia dapat digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat, bukan segelintir orang di segelintir negara. Jika rakyat tahu bahwa sumber energi yang mereka miliki mereka gunakan sendiri untuk kemakmuran mereka maka rakyat tentu dengan tangan terbuka menerima fakta bahwa sumber energi yang mereka gunakan selama ini akan segera habis karena hasil konsumsi mereka. Sehingga ketika pemerintah menawarkan solusi #energibaru maka rakyat akan menerima dengan mudah karena mereka memang membutuhkan sumber energi. Jadi perubahan pemikiran rakyat harus dimulai dengan perubahan pemikiran pemerintah melalui kebijakannya. #energimasadepan

Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti Blog Competition Pertamina dengan tema "Energi Masa Depan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun