Jika Kick Andy edisi 14 Desember 2012 membahas mengenai jodoh yang didapat dari ujung jari, di edisi tulisan ini, saya ingin berbagi sekilas cerita tentang sahabat yang saya dapatkan dengan cara yang sama.
Internet memang telah menjadikan dunia yang luas menjadi sesempit telapak tangan manusia. Akal, pikiran dan hati kitalah yang menggerakkan jari-jari ini membuka pintu mana saja yang kan kita buka. Karena semua informasi dapat diakses dengan begitu mudahnya. Semudah jari menekan tuts keyboard di depan kita.
Saya sendiri mulai mengenal dan menggunakan internet secara aktif semenjak memasuki dunia kerja. Dan 12 tahun yang silam, seperti anak muda kebanyakan, saya juga memanfaatkan waktu luang di kantor untuk sekedar mencari pertemanan di dunia maya.... :)
Saat itu ICQ Chat Room merupakan salah satu ruang santai favorit di kalangan kami, anak-anak muda. Selain berteman di dunia nyata, kami pun berteman di dunia maya dengan teman-teman kantor.... Dan ini pun semakin memeriahkan suasana saat kami ‘ngerumpi’ di ruang chat tersebut, di ruangan kami masing-masing.... Jujur saja, kadang jadi media untuk ‘ngrasani’ para bos kami... X_X. Bebas berekspresi tanpa ‘ketahuan’ mereka adalah hal yang indah yang menyemarakkan persahabatan kami.
Dari sekian banyak kenalan di dunia maya, akhirnya tersaring menjadi beberapa orang yang kita saling menganggap teman bahkan sahabat. Lebih karena topik diskusi dan perbincangan yang ’nyambung’. Meski hanya kenal di dunia maya, ternyata saya akhirnya akan dapat menilai dan merasakan kenyamanan berbagi cerita dengan mereka. Dan begitu pun sebaliknya tentu saja.
Salah satu sahabat di dunia maya saya adalah Firman ( bukan nama sebenarnya ). Usianya sekitar 4 tahun di atas saya. Dia bekerja di HRD di sebuah perusahaan alat berat di Jakarta. Berbagai cerita harian bergulir di ruang chat itu. Kami bertukar pendapat dalam berbagai hal, mulai dari menyikapi 'Big Bos' yang super detail, membahas aneka topik yang sedang ’in’, berbincang tentang misi hidup dan rencana hari depan, hingga tentang hal-hal yang lebih pribadi yang adalah tentang calon partner hidup masing-masing :)
Pria sahabat saya ini mempunyai kekurangan secara fisik. Sebelah kakinya lebih pendek dari kaki lainnya, sehingga saya bayangkan, ia sedikit timpang saat berjalan. Tentu saja ini adalah pengakuannya, dan saya memilih untuk memercayainya saja. Dari komunikasi yang terjalin seakrab sahabat lama, saya sangat yakin, dia memiliki banyak kelebihan dari sisi lainnya. Mungkin itu juga yang dilihat oleh perusahaan tempat ia bekerja, sehingga kekurangan fisik bukanlah masalah berarti untuk dapat mengemban tugas yang dibebankan di pundaknya.
Selain berwawasan luas, ia juga peka terhadap masalah, bijaksana, religius, dan yang jelas mempunyai segudang ide cerita yang tak pernah mati mewarnai hari-hari. Meski kami bersahabat baik, tak sekali pun terpikir untuk kopi darat... Entahlah, rasanya ruang chatting itu lebih dari cukup untuk kami saling berbagi.
Dan seminggu menjelang 29 Agustus 2002, saya mengirimkan email sebuah undangan pernikahan, dimana lokasi akad nikah di Masjid Sunda Kelapa, dengan resepsi kecil di siang harinya di rumah kakak tertua di Kampung Ambon, Rawamangun, Jakarta Timur.
Betapa kagetnya saya, karena di buku tamu TERTERA NAMA dan TANDA TANGANNYA.
'Aku datang dan menjadi saksi di kejauhan...Aku hanya mau turut menyaksikan hari bersejarahmu sahabatku....Tidak lebih dan tidak kurang.... :):)"' Begitu pesan yang dikirimkan lagi-lagi di ruang chat tempat kami bertemu sekitar 2 minggu kemudian.
Dari diskripsinya yang tepat akan detail lay out meja. kursi, gubug-gubug makanan, soundsystem dll...., saya percaya dia memang datang hari itu.
Buatku kejadian itu menjadi aneh tapi nyata. Kenapa dia tidak muncul di dunia nyata? Sejuta tanda tanya itu menjadikan sosoknya menjadi misterius tentu saja.
Apakah bersahabat di dunia maya lebih nyaman untuknya? Mungkin saja. Apakah ia menganggap persahabatan kami seperti di komik-komik saja? Semacam sahabat pena di masa lalu mungkin? Entahlah....
Meski waktu dan kesempatan telah menjadi garis batas persahatan kita di hari lalu, namun namamu masih terus hidup dan sekali waktu masih muncul dalam perbincanganku tentang arti seorang sahabat, tak terkecuali di hari ini.
Terimakasih atas segala support, cerita, dan berbagai hikmah atas peristiwa yang telah kau tunjukkan di masa lalu. Kau adalah salah satu guruku, yang membuatku melihat secara terang benderang bahwa ada jiwa emas di balik kekurangan fisik seseorang. Berharap Allah SWT melimpahkan segala berkah dan kasihNya di sepanjang jalan hidupmu.
Dan jika tulisan ini suatu ketika sampai di tanganmu karena ijinNya, pintu ’kamp’ kami terbuka lebar untukmu. Setidaknya ada segelas air putih atau secangkir teh. Syukur-syukur ada sepiring pisang goreng yang kan menemani kita berbincang kembali.....Entah kapan itu... :):)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H