Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mulutmu Harimaumu dalam Dunia Usaha

21 September 2014   19:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mulutmu harimaumu. Sebuah pepatah yang sering kita dengar, dan tentu saja berjuta cerita memang telah terjadi sebagai dampak bahayanya sebuah ucapan. Karena ketika ia telah melesat dari organ tak bertulang kita, maka serupa anak panah yang melesat dari busurnya, ia tak kan pernah bisa kita tarik kembali lagi.

Mungkin saja bagi para jiwa pemaaf, kata-kata buruk atau yang cukup menyinggung perasaan, tidak akan pernah singgah lebih lama dalam hati. Atau juga karena situasi dan kondisi memang memungkinkan untuk itu. Tapi ketika situasi sedang tidak berdamai, atau kita berhadapan dengan personal yang cukup sensitif, akibatnya bisa amat tak terduga.

Kali ini saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana jika ucapan itu mampu membatalkan rizki yang hampir sampai di tangan. Membatalkan sebuah tender yang diikuti, dan telah cukup menyita waktu dan pikiran.

Menang dan kalah dalam hal sebuah ajang pemilihan EO ( bidding/tender), adalah hal biasa untuk kami yang bergerak di bidang usaha. Saya rasa bidang usaha apa pun mempunyai pola yang sama. Kemenangan dirayakan dengan rasa syukur dan kegembiraan sesaat saja. Karena setelahnya amanah klien menunggu kerja keras kita untuk menyelesaikannya. Pun berjibaku dengan urusan permodalan yang harus pandai memutarnya. Kecil besar sebuah usaha, memiliki skala tingkat kesulitan yang sebanding pastinya.

Pun kekalahan pun disikapi dengan rasa kecewa sekadarnya. Atau bahkan sudah semakin kebal sehingga hanya ada kalimat positif yang kami yakini ; “Mungkin belum jalannya. Mungkin belum rejeki. Pasti ada jalan lain yang lebih baik dan lebih nyaman untuk dilalui. Allah punya perhitungan yang tak pernah keliru dalam segala hal, itu pasti.”

***

Maka ketika sebuah email datang kepada kami mengabarkan bahwa sebuah perusahaan skala nasional mohon maaf karena belum dapat memilih kami sebagai rekanan untuk event kali ini, kami pun segera membalasnya dengan sebaik apresiasi. “Baik Bapak, well noted. Terimakasih atas informasinya. Tidak apa, semoga event Bapak berjalan sukses, meriah dan berkesan sesuai harapan semua pihak. Salam.” Tentu saja kami harus mengapresiasi, karena setidaknya mereka telah menyempatkan memberikan kabar, dan memberikan selintas penghiburan bahwa di waktu lain mereka masih ingin mengundang kami kembali jika ada ajang bidding EO di masa mendatang. Biasanya selepas itu, kami dan tim justru lebih bersemangat menggarap peluang lain. Karena ketika satu lepas dari genggaman, berarti ada pintu lain yang Dia sediakan.

Dua minggu berlalu, dan kami dikejutkan oleh email susulan dari perusahaan itu. Mereka mengabarkan bahwa pihak pemenang tender tidak bersepakat dengan mereka dalam beberapa hal. Sehingga sebagai pemenang kedua, kami diberikan penawaran apakah kami masih bersedia menangani pekerjaan tersebut. Dan di akhir cerita, pertemuan dengan mereka menghasilkan sebuah kabar yang menggembirakan, yaitu kesepakatan bekerjasama. Mereka mempercayakan event kepada kami. Sebuah kesempatan yang lepas kembali ke tangan dengan cara yang amat tak terduga.

Nah, kami cukup penasaran dengan pembatalan kerjasama dengan perusahan pemenang pertama. Usut punya usut, ternyata hanya karena ucapan yang dianggap “kurang menghargai/menyepelekan/menganggap remeh” kemudian menyinggung hati salah satu petinggi di pihak klien yang menjadi penyebabnya. Ucapan yang kadang dianggap hal minor, ternyata bisa menjadi mayor bagi seseorang, terlebih mereka yang tengah memegang wewenang. Dimana pada ujung ceritanya, mereka memilih untuk membatalkan kerjasama karena marah dan merasa tidak nyaman.

***

Mungkin seringkali kita mendengar ‘teko hanya akan menumpahkan apa yang ada di dalamnya ( isinya)”. Maka semoga kita menjadi para pembelajar yang tak pernah henti menyimak dan membaca meski dalam sepotong diam. Terutama menjaga lisan dari kata dan kalimat sia-sia, apalagi yang menjadikan pihak lain tersakiti. Sulitkah?? Butuh latihan, pastinya! :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun