Engkong : 86 lampu di rmh sdh di padamkan oleh pembantu air sdh selutut , engkong siaga 1 monitorin 86
Saya : Sipp. Terimakasih komandan! Ya, titip rumah ya.
Engkong : Siap... di regency kalau hujan banjir,...kalau ga hujan ga banjir...hehehe
Saya : Wkwkwk. Berapa tinggi air sekarang Kong?
Engkong : 86 gud muning, air agak surut jalanan depan rumah semata kaki. Jalan raya sebetis, kampung pulo 2 meter, apalagi di laut. 86
Saya : hahaha. oke, terimakasih
Engkong : Info terkini tarif toilet. Buang Air Kecil Rp. 1.000,- BAB : Rp. 2.000, ; Mandi ; Rp. 3.000,- ; tidak buang air kecil, tidak BAB, silakan hubungi dokter.
Saya : X_X.. Wkwkwk.. Koplak! makasih Kong...:D
***
Siapa menyangka, Engkong tetangga kami, seorang kakek Tionghoa yang bahkan berkomunikasi langsung amat susahnya karena kurangnya pendengaran itu amat fasih berkirim pesan singkat. Bahasanya yang renyah dan gurauannya yang segar sungguh nyaris tak masuk di akal bagi siapa saja yang melihat secara fisiknya.
Semenjak ditinggal meninggal istrinya puluhan tahun lalu, memang hidup Engkong bak layangan putus. Demikian banyak tetangga bertutur tentang kisah hidup keluarga yang kurang beruntung itu. Namun lambat laun, beliau mulai mampu bangkit dengan membantu aneka pekerjaan ringan yang diberikan para tetangga. Di sini terlihat amat jelas bagaimana Allah Maha Penyayang semua hambaNya, karena hingga saat ini Engkong hidup tanpa kekurangan suatu apa. Meski bekerja sebatas kemampuannya saja.
Kami adalah salah satu sahabat dekatnya. Hanya senyum dan bahasa isyarat yang mendekatkan kami setiap kali berjumpa. Namun tak disangka, setiap kali bepergian, beliau lah yang selalu siap menyirami tanaman di halaman kami yang tak seberapa. Atau sekadar mengabarkan cuaca.
Maka ketika banjir melanda beberapa hari lalu, dan kami pun harus menjadi pengungsi di daerah yang aman, kiriman pesan singkat terus mengalir. Seolah Engkong ingin mengabarkan ; "Tenanglah,... tempat tinggalmu baik-baik saja. Ada aku di sini menjaganya".
Kalimat-kalimat sederhana nan lucu itu jelas amat menghibur kami. Sebentuk perhatian yang keluar dari seorang papa yang beranjak senja itu ternyata ampuh menjadi pelipur lara.
Subhanallah.... Betapa indahnya hidup ini. Dan betapa cintaMu meliputi kami, dengan kehadiran Engkong dan seorang sahabat lain dengan kondisi sebaliknya. Â Pak Dg, yang berprofesi sebagai penarik ojek adalah tuna aksara murni. Jangan harap bisa mengirim pesan, membaca sms pun beliau tak mampu. Namun selama pengungsian itu, beliau lah yang memantau kondisi rumah, listrik, dst dan rela begadang hingga jam 2 dini hari.
Beliau lah yang rajin update informasi mengenai kondisi terkini tempat kami dan lingkungan sekitarnya. Dan merekalah yang tanpa diminta telah membereskan tempat tinggal kami hingga saat kami kembali ke markas, semuanya telah bersih dan rapi. Sungguh bantuan yang tak ternilai, dan amat mengharukan pastinya.
Keberadaan mereka pula yang menjadikan setiap kesulitan itu menjadi mudah dan ringan.
Kembali saya bertanya pada diri : Maka nikmat Tuhanmu manakah yang Engkau dustakan? Sungguh, tidak ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H