Dari ceritanya, Mbak Ks adalah seorang yang ringan tangan membantu sesama. Ia lincah kesana kemari berkendara motor membantu orang-orang yang hajatan, dan aktif di berbagai kegiatan sosial. Maka keharuman namanya kian terkenal dari hari ke hari, dengan jangkauan yang semakin meluas pula.
Ia kini menjadi seorang therapis pijat yang sangat diperhitungkan. Keberadaannya dibutuhkan banyak orang.
Ia muncul ke tengah-tengah para sahabat lama seperti saya pun juga adalah berkah tersendiri. Tercatat belasan pasang kaki di rumah kami telah merasakan manfaat keahliannya itu. Ia bahkan sangat berjasa telah memulihkan kebugaran saya, kakak hingga keponakan setelah perjuangan panjang menembus kemacetan di jalan saat mudik Lebaran.
Mbak Ks, telah membangkitkan kebanggaan saya akan teman lama yang menekuni profesi mulia sebagai therapist pijat di kampungnya sendiri. Ada rasa haru atas pilihan hidupnya, yang bagi orang lain merupakan pilihan yang sulit. Bagi banyak orang memilih minder saat melihat profesi teman lain ’dianggap’ lebih hebat, lebih baik, lebih sukses. Padahal kadang kesuksesan dan kehebatan seseorang hanyalah sebuah sudut pandang yang dibuat manusia. Siapa penilai, siapa yang dinilai. Toh sebenarnya pepatah Jawa tetap berlaku ’sawang-sinawang’. Rumput tetangga terlihat lebih hijau adanya.
Untuk menjadi manusia yang bermartabat dan mulia, tak harus menjadi dokter, pengacara, hakim, dosen, polisi, dll.
Tak ada penghargaan yang layak selain meningkatkan derajatnya sebagai manusia di hadapan sesama dan Tuhannya, untuk mereka yang mengerjakan tugas dengan hati dengan misi tertinggi pengabdian kepadaNya. Tak peduli ia seorang tukang pijat, pemulung dan ratusan profesi lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H