”Minggu depan aku nggak usah ikut deh ya. Pembahasan seperti ini terlalu panjang buatku. Biar aku mengerjakan hal lain deh.. Tolong diteruskan saja ya Mbak.....”
Yang segera saya jawab :
”Usaha itu harus maksimal Om. Nggak ada salahnya kita coba ikuti alur prosesnya. Kita harus belajar membiasakan menyelesaikan hal-hal sampai tuntas. Setiap orang mempunyai karakter dan gaya masing-masing dalam pengambilan keputusan. No mind aja lah..”
Tak ada jawaban dan anggukan darinya...
Sebelum kami berpisah siang itu, kutatap wajah sahabatku itu sambil mencoba meyakinkan “Percayalah, bahwa tidak ada satu usahapun yang tak bernilai. Aku telah mencatat puluhan dan ratusan kasus selama ini. Dan kusimpulkan bahwa hidup dan rizki itu bak sebuah misteri. Kadangkala kita berjuang maksimal membuka satu pintu, tidak juga terbuka. Tapi seringkali justru Allah justru membuka pintu lain yang kita sama sekali tidak menyentuhnya. Aneh kelihatannya memang...
Apakah jika kita tidak berjuang maka pintu lain itu bisa terbuka sendiri? Tidak juga. Artinya bahwa pintu atau kran mana yang akan dibukakan Sang Maha Pemberi, tak usah dipikirkan... Tugas kita hanyalah melakukan ikhtiar dengan sebaik yang kita bisa, titik.”
Hanya senyum dan anggukan kecil itu yang aku lihat. Namun saya masih berharap, ia menyetujui kalimat-kalimat itu.
Maka ketika di Selasa pagi kulangkahkan kaki menepati janji sebelumnya, kubulatkan tekad diri. Seandainya rekan saya itu pun tidak juga datang ke lokasi memberi memback up dalam hal teknis acara, biarkanlah kuikhlaskan saja. Toh sebatas penyamaan persepsi atas sebuah usaha telah kuusahakan. Berangkat dan tidaknya dia, adalah serupa garis yang telah dibuatNya.
Bersyukur rupanya ia masih mendengarkan pendapat saya, sehingga Selasa pagi itu, ia masih bisa menemani saya mendatangi klien itu ( prospek tepatnya....red).
Seperti sebelumnya, kedatangan kami disambut selayaknya tamu yang berkunjung. Masih dengan keramahan yang sama. Secangkir teh dan sepiring kue berisi pastel mayonise dan sejenis bolu coklat gulung disuguhkan oleh seorang pelayan yang berpakaian rapi.
Setelah bertanya kabar-kabari, presentasi pun kami gelar. Sebuah sesi presentasi yang berjalan layaknya diskusi santai, sama seperti hari-hari yang lalu.