Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

17 Agustus di Masa Kecil Saya

15 Agustus 2012   05:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh belas agustus tahun empat lima Itulah hari kemerdekaan kita Hari merdeka nusa dan bangsa Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka Sekali merdeka tetap merdeka Selama hayat masih di kandung badan Kita tetap setia tetap setia Mempertahankan Indonesia Kita tetap setia tetap setia Membela negara kita Di masa duduk di Sekolah Dasar, lagu nasional berjudul Hari Merdeka ciptaan H.Muhatar tersebut sangat akrab di telinga kami. Juga sangat fasih terucap karena kami semua melantunkan lagu tersebut dengan segenap suka cita dan semangat yang membuncah di dada. Derap ayunan langkah berkeliling desa saat pawai di Hari Perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan RI itu sangat membekas di hati hingga hari ini. Hari itu kami membawa bekal makanan siang yang dikemas dengan daun pisang. Bekal itu kelak akan dimakan bersama-sama dengan teman sekelas dan ibu guru kami. Saling berbagi dan bertukar lauk serta aneka makanan kecil menjadi tradisi yang sungguh indah untuk dikenang. Sambil beristirahat usai pawai itu, ibu guruku akan bercerita kisah-kisah perjuangan yang tampaknya diulang-ulang sepanjang tahun. Tapi dengan tutur bahasanya yang halus dan pilihan kata yang tepat, kami semua selalu saja tersihir dan terhanyut olehnya. Adalah kisah tentang perjuangan para pahlawan bangsa dalam merebut kemerdekaan. Sebuah perjuangan yang telah dilakukan oleh mereka, para pendahulu kita dengan mengorbankan banyak hal. Harta, jiwa dan raga. Banyak dari anak-anak kehilangan ayah tercintanya. Tak ada lagi tempat berlindung, apalagi sekedar berbagi cerita keceriaan hari-hari yang berjalan. Tiba-tiba segenap beban hidup harus disandang, tanpa pilihan. Banyak istri yang harus mengikhlaskan suaminya pergi dan tak pernah kembali. Rumah yang hangat menjadi sepi untuk selamanya, karena hidup yang lengkap telah dilepaskan dan segera harus dilupakannya. Dan seterusnya, dan lain-lain, yang adalah kisah-kisah pilu jika kita membayangkan saat itu kita adalah mereka, para keluarga para pahlawan yang gugur di medan juang. Hanya keyakinan yang tinggi bahwa berjuang merebut kemerdekaan adalah sebuah kewajiban yang tak dapat ditawar. Dan gugur menjadi pahlawan adalah pilihan mulia yang tak dapat ditukar, yang menjadikan mereka kuat dan terus tegar. HIDUP dengan menegakkan martabat bangsa, atau MATI yang InsyaAllah SYAHID dijalanNya. “ Anak-anakku semua..., Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya. Sedemikian besar jasa mereka dalam merebut kemerdekaan. Juga tak kalah hebatnya pengorbanan para keluarga yang ditinggalkannya. Berkat merekalah, kita bisa menghirup udara bebas di negeri ini. Karena upayanyalah, penjajahan yang telah berjalan beratus-ratus tahun lamanya itu dapat diakhiri. Kini kita dapat menikmati hidup tenang tanpa takut ada ranjau-ranjau berbahaya yang terinjak kaki kita. Tanpa ada ketakutan untuk bepergian. Kemerdekaan adalah sebuah martabat bangsa yang telah kita genggam. Sebuah gerbang menuju Indonesia yang maju dan memungkinkan kita meraih cita-cita dan impian telah dibukakan. Harga yang teramat mahal telah dibayarkan. Anak-anakku,... Proklamasi kemerdekaan bukan akhir dari tugas kita sebagai anak bangsa. Tugas mulia lain telah menunggu, yang adalah mengisinya dengan segenap kemampuan. Dengan cara apa? Sebagai pelajar, tugas utama adalah belajar dengan baik dan tekun... Isilah hari-harimu dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat yang dapat mendukung hari depan. Tidak melakukan hal yang sia-sia seperti tawuran, berkelahi dengan teman apalagi saling bermusuhan. Karena semua anak bangsa dari Sabang hingga Merauke adalah saudara. Kita menjadi bangsa yang terjajah karena mereka, para penjajah itu telah berhasil memecah belah persatuan kita. Jangan pernah mengulangi kesalahan yang sama. Hidup adalah kumpulan detik demi detik yang terus berjalan. Isilah dengan segenap perjuangan. Penuhilah dengan sebanyak amal yang memungkinkan.  Jangan pernah biarkan darah dan air mata para pahlawan tumpah sia-sia di bumi ini. Jadilah generasi penerus yang pantas dibanggakan. Mari kita buktikan bahwa Indonesia adalah negeri yang hebat, besar dan bermartabat. Dimulai dari tangan-tangan kecil kalian, Ibu percaya....suatu ketika Indonesia akan mencapai kemakmuran dan kebesaran melebihi kejayaan Jaman Majapahit di masa lalu...” Nasehat ibu guru favorit kami itu mengalir jernih dengan irama dan penekanan kata di sana sini. Pembacaan titik, koma yang sempurna, seperti menyematkan dengan sempurna sebuah tekad diri. Sebuah semangat yang tertancap di relung hati, untuk bisa menjadi bagian dari pahlawan pengisi kemerdekaan. Bagai sebuah perlombaan lari, peluit telah dibunyikan hari itu juga. Tidak ada pilihan bagi kami untuk terus berlari dan berlari. Kini, rentang waktu puluhan tahun telah berlalu... Maafkan jika langkahku tak sedramatis cita-cita masa kecilku,.. Perjuanganku tak sehebat para pahlawan itu...:( Kini, perjuangan itu kan kuteruskan, Dengan menggoreskan penaku di sela-sela kesibukan mengisi hari, Ingin kubantu saudara-saudara setanah airku, Untuk senantiasa memahat hati dan jiwa dengan berjuta tekad Mengisi kemerdekaan ini dengan segenap energi positif, Semangat juang, semangat berusaha, semangat berbagi, Semangat belajar... Jadilah kita sebagai pembelajar sejati seumur hidup, Tanpa peduli sekat dan syarat yang sering menjadi batas Adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan suku serta agama Jadilah sahabat-sahabat yang saling menguatkan, saling mengasihi, Saling mengingatkan dan melengkapi, Di sebuah ruang bernama : Kelas Bebas Tanpa Batas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun