Nah suatu ketika, Pak Jalal mendapati Maulana, seorang warga yang sedang menanam pohon buah di kebunnya.
”Heh....itu sebelah tanah siapa? Kebun orang kan? Kalo nanem pohon, jangan terlalu mepet ke garis batas. Pikirkan, jika nanti ia tumbuh besar, buahnya akan berjatuhan di kebun orang. Itu bisa jadi sumber konflik. Islam mengatur kehidupan sampai ke hal paling kecil, dari masa kini hingga masa yang akan datang. Mundur...mundur...!” Demikian dengan perintah Pak Jalal dengan gaya khas belagunya serta merta memberikan ceramah dan peringatan yang lebih mirip perintah pada Maulana sebagai tanda perhatiannya.
Sambil garuk-garuk kepala, Maulana menjawab ”Lah, kalo gitu....susah amat jadi orang Islam ya”
”Ya memang susah! Kalo mau gampang, jadi batu aja lu!” sambar Pak Jalal ketus seperti biasanya.
Percakapan yang dikemas bak dagelan ini sungguh menjadi pengingat kita semua.
Saya jadi teringat, di jaman dulu, orang tua di kampung selalu bilang, bahwa untuk membuat pagar dari tanaman bambu, tidak boleh terlalu menjorok ke garis batas kebun/lahan orang. Kenapa? Suatu saat mereka akan tumbuh rimbun di masa yang akan datang, dengan akar yang menjalar kemana-mana. Bambu mempunyai kecenderungan tumbuh miring ke luar, sehingga dengan lebatnya dahan, akan merugikan orang lain dengan sampah daun-daun keringnya. Akarnya akan mengganggu lahan / tanah sang tetangga sehingga sulit menjadi media tanam bagi tumbuhan lain.
Hal-hal yang kelihatannya sepele tersebut sesungguhnya adalah inti dari keindahan ajaran Islam, yang jika dilaksanakan akan tercipta kehidupan yang tenang, damai, dan saling menghargai dengan tetangga maupun orang lain.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang di daerah perkotaan yang membangun teras rumah ataupun pagar melebihi garis tanah yang menjadi haknya? Sadarkah kita bahwa saat kita berharap sedikit tambahan ruang untuk tempat tinggal dengan memakan ”sedikit jalan” adalah melanggar hak orang lain, termasuk menjadikan penyempitan jalan?
Seringkali kita mengabaikan hal-hal yang kelihatannya kecil dan sepele, karena melihat orang lain juga melakukan hal yang sama. Maka apakah kita akan menjadikan mereka, orang-orang yang sengaja atau tanpa sengaja berbuat kelalaian dan kekhilafan sebagai guru-guru kita?
Semoga, kita menjadi golongan orang yang mau belajar dan berusaha menjalankan Islam secara kaffah ( menyeluruh), tidak pilih-pilih ajaran mana yang ingin kita amalkan, dan perintah mana yang bisa kita tunda atau abaikan.
Mengetahui sifat makhluknya, Allah telah memberikan peringatan bagi kita semua, jauh-jauh hari sebelumnya :