“Tapi kan Bapak pasti di rumah juga sepi nggak ada siapa-siapa seharian. Kadang mereka itu ( suami ) sudah ayem kalo kita ada di rumah. Ya buatin teh manis, bikin cemilan, ngobrol, berkebun, atau nggak ngapa-ngapain juga asal ada di rumah rasanya tenang.” Demikian saya mengomentari dengan sedikit ‘sok tahu’.
“Eh iya bener ituuu….. biarpun dia tidur, kalau saya di rumah katanya rasanya tenang. Ampun deh ya..” sahut beliau cepat.
Semestinya memanglah demikian. Keberadaan pasangan adalah untuk saling menciptakan rasa tenang dan nyaman. Pikiran saya mengajak menengok ke masa depan yang kini mungkin baru sebatas harapan. Bahwa memang masa senja pun butuh persiapan. Segudang aktifitas yang bisa dilakukan di masa itu mungkin sudah bisa kita rencanakan. Salah satunya adalah ‘membaca dan menulis’, jika ‘travelling’ atau jalan-jalan menjejak berbagai tempat tidak memungkinkan kita lakukan. Tentu memperbanyak kegiatan sosial/ibadah juga pilihan baik yang bisa dikerjakan.
Dengan demikian, sel otak kita akan terus teregenerasi, dan selalu ada bahan diskusi terkini yang menjadi bahan perbincangan menyambut hangat mentari pagi. Serta menjadi teman meneguk cangkir-cangkir teh mengantarkan surya yang tenggelam perlahan.
Setiap kita bisa sekadar mengenang masa lalu dengan sebuah senyuman. Menikmati hari ini dengan sebongkah kesyukuran. Dan merajut angan hari depan dengan harapan-harapan terbaik, persiapan terbaik hingga semoga menemukan akhir hidup terbaik pada masanya nanti. Meski setiap kita tidak pernah tahu, apakah Dia masih memperkenankan kita menapaki senja yang kini masih menjadi misteri. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H