Ada yang menarik di Manulea, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Tidak seperti kebanyakan daerah lain di Indonesia, komunitas adat disini menganut sistem matrilineal. Raja (atau Ratu) diambil dari keturunan pihak perempuan, bisa laki-laki atau perempuan.
Sonaf (puri/istana) di kampung tua Manulea juga merupakan rumah panggung, bukan rumah bulat (uma bubu) seperti yang biasa dilihat di Timor Barat.
Kepercayaan animisme masih terasa kuat di Manulea. Tourist guide kami, Pae Nope, wanti-wanti jika ada barang terjatuh, harus memberitahu. Karena itu berarti "bad luck" dan harus dilakukan ritual untuk menghilangkannya.
Sebelumnya Pae Nope sudah membuat janji untuk berkunjung sekaligus meminta kesediaan berjumpa Mama Ratu Angella Fouk Sii bergelar Tua Nasi Sonaf Banaun Umriso/Liurai. Begitu turun dari kendaraan, Pae Nope menutupi celana panjangnya dengan tenun ikat. Pinang sirih siap dihantarkan sebagai tradisi adat. Memang di kampung tua yang banyak terdapat pohon asam dan kemiri ini, sebagian penduduknya masih meneruskan kebiasaan makan sirih.
BERTEMU MAMA RATU
Duduk di teras rumah panggung, Pae Nope menyampaikan maksud kunjungan saya dalam bahasa Timor Dawan R dan kadang bercampur bahasa Tetun kepada Mama Ratu, cucunya Tua Nona Nes Asa dan juru bicara Pak Welem yang sekaligus menantu Mama Ratu. Bahasa persatuan di Liurai Weihali ini ada dua, bahasa Timor Dawan R untuk masyakat yang tinggal di empat kecamatan di pegunungan dan bahasa Tetun untuk masyarakat di dataran rendah Kabupaten Malaka.
Walaupun sudah berusia lanjut, sekitar 90 tahun, berkeriput dimakan usia, Â Mama Ratu terlihat cantik. Pendengarannya juga masih baik, matanya masih awas, ia masih bisa membuat tenun ikat yang rumit tanpa bantuan kacamata.
Mama Ratu yang berdarah bangsawan berkenan memperlihatkan tato di tangan dan kakinya. Kulitnya putih, karena ada turunan Cina. Diterangkan oleh Pak Welem, tatonya sekaligus penanda bahwa ia sudah bersuami.
Pada jaman penjajahan Jepang karena kulitnya yang putih, Mama Ratu pernah akan dibawa oleh Jepang. Agar tidak diambil, maka saat itu keluarga cepat-cepat menikahkan Mama Ratu.
Sampai generasi Tua Nona Nes Asa, yang cucu Mama Ratu, urusan perjodohan memang masih diatur keluarga. Diselidiki betul asal usul calon suami. Status sosial sangat penting. Adapun saat itu si calon mempunyai pekerjaan atau tidak, tidaklah menjadi soal.
Cucu Mama Ratu, Tua Nona Nes Asa adalah guru SD dekat pertigaan jalan utama. Sehari-hari ia tak beda dengan penduduk lainnya. Tapi saat ada upacara adat, barulah terlihat penghormatan penuh atas status sosialnya. Ia tidak boleh bekerja, duduknya ditempatkan di atas. Orang tak ada yang berani sembarang duduk, walaupun orang itu kaya punya uang banyak. Tabu, pantang, bisa celaka. Saat itu tidak ada yang berani sembarang bicara kepadanya.
Ketika ditanya apa yang membuat Mama Ratu panjang umur, Bapak Welem Asa menyebutkan "resep" Mama Ratu: hindari chemical, bersyukur, makan pakai mata bukan lidah, maksudnya kita harus memilih apa yang kita masukkan ke mulut. Penduduk disana banyak yang bisa mencapai usia lanjut, mungkin juga karena faktor makanan alami dan udara yang bersih. Mereka biasa makan jagung, sagu, ubi-ubian.
Sewaktu muda Mama Ratu bisa menjahit dan baca tulis dikarenakan pernah mendapat didikan dari suster Belanda. Di jaman itu hampir tidak ada perempuan yang mendapat akses pendidikan. Dengan perpaduan pemahaman pengetahuan Barat dan pengobatan cara nenek moyang, bertahun-tahun Mama Ratu membantu penduduk sekitar. Sebagai bidan melahirkan sampai menangani penyakit lain.
Pae Nope menceritakan, pernah anak kandung Mama Ratu menderita sakit kandungan. Oleh Mama Ratu diurut, diputar-putar dengan minyak kelapa dan diberi ramuan nenek moyang. "Setelah seminggu lahir daging "berduri"," kata guide kami. Mungkin maksudnya daging tumor.
Ditambahkan oleh Pae Nope, Mama Ratu juga mempunyai kekuatan indra keenam.
RUMAH SAKRAL
Di sana juga ada rumah yang digunakan untuk pengobatan patah tulang, Uma Hau Nunbain. Orang yang patah kaki jika dimasukkan disana, dalam dua minggu bisa main bola kaki.
Ada juga Uma Hau Kakaruk yaitu rumah obat secara magic. Pada jaman dulu, sebelum pergi perang orang harus masuk ke dalam rumah Kakaruk untuk dapat kekuatan.
Pak Welem mengajak melihat rumah panggung yang paling disakralkan, namanya Babaaf Niuf Manulea (artinya akar dan pohon bangsawan) yang hanya boleh dimasuki orang tertentu. Orang lain  dilarang mendekati dan hanya bisa melihat dari luar pagar tumpukan batu.
Pak Welem Asa menuturkan, ada ritual khusus semacam sumpah pocong disana. Jika ada orang yang melakukan perbuatan tapi mengingkari/berbohong, maka dalam upacara ritual jika dijanjikan satu tahun, maka dipastikan ia akan celaka bahkan kehilangan nyawa dalam kurun waktu itu.