Akhir-akhir ini seringkali kita mendengar dan membaca berita terkait kasus bunuh diri yang ternyata disebabkan oleh orang orang yang terjebak pinjaman online atau pinjol. Bukan hanya bunuh diri, beberapa korban pinjaman online juga mengalami keretakan rumah tangga bahkan sampai terjadi perceraian. Pinjaman online hampir menyerang semua kalangan, dimulai dari kalangan kelas bawah, kelas menengah sampai dengan public figur atau artis yang seharusnya mereka mempunyai penghasilan yang lebih menjamin di kehidupan mereka. Hal yang cukup mengakibatkan banyak korban pinjaman online adalah anak generasi Z atau millennial dengan pola hidup yang lebih konsumtif, akses gadget, dan akses teknologi yang memadai membuat anak anak muda lebih mudah tergoda dan akhirnya terjebak pinjaman online. Literasi keuangan yang rendah juga membuat banyak orang tergoda untuk berhutang dengan cara yang mudah tanpa mempertimbangkan kemampuan untuk membayarnya. Berdasarkan indeks literasi keuangan yang dirilis otoritas jasa keuangan (OJK) penduduk Indonesia berada di level 65,43%.
Sebenarnya jika kita bisa lebih bijak dalam menggunakan fasilitas pinjaman online tidak akan menjadi suatu masalah, pinjaman online sebenarnya sama saja dengan pinjaman bank konvensional tetapi dengan teknologi yang lain sehingga lebih memudahkan bagi calon nasabah tetapi yang kemudian terjadi kemudahan tersebut disalahgunakan untuk melakukan hutang atau pinjaman yang sebenarnya tidak perlu dan bersifat konsumtif sehingga akhirnya mengganggu cash flow keuangan, celakanya banyak juga bermunculan pinjaman online ilegal yang memanfaatkan kurangnya literasi keuangan masyarakat Indonesia. Pinjaman online ilegal adalah lembaga pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK, mereka biasanya menawarkan kemudahan proses pinjaman tetapi dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi, sedangkan pinjaman online legal pasti terdaftar di OJK, memang secara bunga biasanya juga lebih tinggi dari pinjaman konvensional tetapi masih wajar hanya saja ketika meminjam melalui pinjaman online legal sekalipun jika kemudian tidak sanggup membayar lembaga pinjaman online juga akan melakukan panggilan karena itu adalah hak mereka.
Untuk itulah sangat penting untuk membuat perencanaan keuangan yang baik, tidak perlu berpikir terlalu rumit mulailah dari membuat daftar pemasukan dan pengeluaran setiap bulannya setelah dibuat dan ternyata pengeluaran lebih besar dari pemasukan berarti kita mengalami yang disebut pribahasa “lebih besar pasak dari pada tiang” kita harus cek pengeluaran tersebut apakah semua dibutuhkan atau hanya diinginkan yang disebut sebagai pengeluaran konsumtif. Misalnya belanja dapur, biaya sekolah, dan biaya transportasi itulah biaya-biaya yang memang dibutuhkan sebaliknya untuk biaya jalan-jalan, biaya minum kopi, dan biaya makan di restoran itu adalah pengeluaran yang sifatnya konsumtif karena di dasarkan pada keinginan bukan kebutuhan jika memang pada akhirnya kita harus berhutang kita harus didasarkan pada kebutuhan kecuali memang secara keuangan kita sudah lebih dari cukup umumnya kita harus berhutang karena ada kebutuhan untuk membeli rumah, kendaraan ataupun kebutuhan untuk pendidikan anak. Teorinya ketika kita memutar cicilan pembayaran hutang maksimal 35% dari penghasilan kita setiap bulan tetapi jika hutang untuk hal yang konsumtif misalnya membeli HP tipe terbaru maksimal pembayaran utang 15% dari penghasilan.
Hal yang tidak boleh dilupakan ketika kita terpaksa harus berhutang dan memanfaatkan fasilitas pinjaman online adalah harus mencari lembaga yang legal, sangat mudah memilih lembaga pinjaman online yang legal. Kita bisa melakukan pengecekan di website OJK terkait daftar lembaga keuangan yang terdaftar di OJK setidaknya ketika kita berada di lembaga pinjaman online yang legal mereka tidak semena-mena dalam menerapkan bunga hutang dan kita bisa laporkan ke OJK jika debt kolektor melakukan cara-cara yang tidak baik saat melakukan penagihan hutang. Jadi, pinjaman online dapat menjadi anugerah jika kita memanfaatkannya dengan bijak, tetapi sebaliknya bisa menjadi musibah jika kita memanfaatkannya untuk hal-hal yang konsumtif tanpa mempertimbangkan kesanggupan untuk membayarnya itu akan menjadi sebuah musibah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H