Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Akun twitter @milisinasional adalah reinkarnasi baru dari akun twitter @distriknasional yang jadi korban totalitarianisme firaun anti kritik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dandhy Laksono VS Goenawan Mohamad

1 Maret 2019   17:31 Diperbarui: 1 Maret 2019   17:49 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konfrontasi gagasan dan ide yang digunakan sebagai kerangka konseptual guna meneropong masa depan bangsa dan negara tidak hanya terjadi atau terjadi di panggung debat Capres dan Cawapres yang disediakan oleh KPU. Lebih dari sekedar mimbar debat atau forum politik yang disediakan oleh berbagai macam chanel televisi, perdebatan juga hadir secara lebih nyaring antar kubu-kubu yang secara tegas menyatakan sikapnya pada afiliasi politik dan dukungan pasangan Capres tertentu, bahkan juga diramaikan oleh orang yang menyatakan dirinya tidak berafiliasi pada partai mananpun dan tidak mendukung pasangan siapapun.

Sejatinya Pilpres dan Pileg 2019 adalah pesta demokrasi yang berhak dinikmati oleh semua warga negara, tanpa terkecuali. Tidak peduli warna baju-nya apa atau pose jari apa yang dita tunjukan di depan kamera. Debat politik adalah hak para penggembira pilpres.

Perdebatan dalam kalangan intelektual sering sekali dibumbui oleh satire tajam. Satire tajam itu yang sedang coba dibuat oleh Dandhy Laksono seorang wartawan senior sekaligus filmmaker yang mengeluti dunia aktivisme dalam melawan ketidakadilan baik terkait isu lingkungan, lahan dan ke Hak Asasi Manusia. Dalam sebuat tweet, Dandhy secara tajam mencoba melemparkan sebuah satir kepada Goenawan Mohamad yang dikenal sebagai Sastrawan kawakan yang juga adalah seorang yang menggeluti dunia jurnalistik. Dandhy menuliskan "Di dunia jurnalistik ada penghargaan yang mengambil nama-nama wartawan seperti Adinegoro, Udin, atau Mochtar Lubis. Belakangan saya cemas, nama GM kelak juga digunakan untuk award, tapi kategori Buzzer Politik Partisan Paling Loyal. Sudahi saja, Mas. Kembalilah jadi inspirasi"

Tweet tersebut jelas dalam upaya mengkritik Goenawan Mohamad yang dalam kancah perpolitikan nasional saat tidak dapat dikatakan sebagai catatan pinggir lagi. Goenawan Mohamad saat ini bisa dikatakan sebagai aktor arus utama yang secara lantang membawa narasi dukungan pada pemerintah Jokowi-Maruf. Salahkah? Dalam pembelaannya pada sebuah platform media sosial lain Goenawan Mohamad memberikan sebuah apologia, pembelaan ketika dirinya diserang sebagai partisan politik yang secara tegas menunjukan keberpihakannya pada pemerintah.

Goenawan Mohamad menuliskan "Memihak dalam pertentangan politik mengandung risiko. Tetapi tak ada pilihan yang tanpa risiko. Politik mengandung sisi muramnya sendiri. Ia sebuah "tugas sedih", kata seorang arif, karena hendak menegakkan keadilan di dunia yang cacat dan berdosa. Saya jadi partisan atas kehendak sendiri, tidak dibayar, tidak diancam. Saya jadi partisan tanpa membabi buta. Sikap kritis kepada teman sendiri itu bagian dari kesetiaan".

Goenawan Mohamad sejak awal kemunculan Jokowi memang telah dikenal sebagai sosok yang menjadi garda depan pembela Jokowi. Pilihan sikap tersebut banyak memancing kritikan sebab Goenawan Mohamad tidak lagi dinilai tajam dalam menuliskan cacatan pinggir yang mengoreksi kinerja pemerintah dengan sebuah tinta merah, yang ada justru malah tulisan indah guna mengagungkan pemerintahan yang sedang berjalan. Banyak pihak yang menilai Goenawan Mohamad kehilangan energi kritisnya, entah karena faktor apa. Mungkin seiring bertambahnya hari, pengetahuan pun ikut bertambah, mungkin saja Goenawan Mohamad paham bahwa kekuasaan tidak bisa dilawan sebab dia berada dimana-mana. Jadi daripada bersusah payah melawan lebih nyaman melayani kekuasaan.

Beda dengan Dandhy Laksono, dirinya adalah sosok yang masih bersinar, suaranya masih cukup kencang meneriaki dan memaki pemerintah yang menyebabkan ketidakadilan. Dandhy masih secara gesit bergerilya membidik pada titik-titik mana saja keadilan pemerintah absen untuk warga negaranya. Ketika keadilan pemerintah absen di situ Dandhy hadir menyuarakan ketidakadilan. Mungkin gairah seperti itu yang telah padam dari Goenawan Mohamad, penanya tak lagi tajam merangkum pekerjaan rumah pemerintah yang gagal menyelesaikan problem ketidakadilan.

Belum lama dari ramainya perbincangan ini, nama Goenawan Mohamad pun sempat menjadi bahan pergunjingan kalangan intelektual Indonesia. Bermodal dukungan barisan intelektual di bidang filsafat Goenawan Mohamad dengan penuh keyakinan mendeklarasikan penolakan terhadap pembusukan filsafat. Pembusukan filsafat yang diakibatkan aktivitas politik Rocky Gerung yang dikenal senior dalam dunia filsafat. Dalam forum para "filsuf" tersebut Goenawan Mohamad beramai-ramai "seolah" menghakimi kegiatan yang dilakukan Rocky Gerung dalam ranah politik tak ubahnya kegiatan kaum sofis. Kaum yang dengan seperangkat kata dan argumen yang canggih mampu membolak-balikan realita dan logika masyarakat. Dalam forum tersebut mereka berupaya mencoba membungkam suara Rocky Gerung yang sangat nyaring bunyinya dalam mengkritik jalannya pemerintah.

Dengan dalih pembusukan filsafat dan demi kemajuan intelektual, aktivisme politik yang dilakukan oleh Rocky Gerung diharapkan untuk redam. Agar ruang diskursus publik kembali pada tensi yang rasional. Pada forum tersebut melalui Goenawan Mohamad mungkin kita dapat melihat sensasi bagaimana ketirnya pemerintah yang sedang berkuasa saat ini pada sebuah kritik yang vokal. Suara-suara yang bernas mengucapkan kritik secara politis dicicil pembungkamannya satu persatu.

Jika ingin melihat politik melalui kacamata yang lebih santai dan fancy ala pop culture, mungkin pilpres ini layaknya sebuah film garapan Marvel Cinematic Universe. Yap film yang dimaksud adalah Infinity Wars, perang secara keseluruhan hero dan villain dalam merebutkan kekuasaan. Tapi dalam skema Infinity Wars saya pilih Dandhy Laksono dan Rocky Gerung sebagai hero karena berjuang untuk keadilan dan tidak kompromi dengan kekuasaan. Sementara villain yang mencoba berkuasa lagi adalah Goenawan Mohamad. Tapi mesti dingat ini hanyalah fiksi yang digunakan untuk mengaktifkan imajinasi dan sebuah harapan agar  tanahair yang maju, sebuah bangsa yang kreatif ---- dan bisa melucu. 

Sumber: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun