Hardi seorang buruh tani di Tawangharo ditemukan gantung diri di sebuah pohon jati, karena tak sanggup lagi menahan himpitan beban ekonomi. Tersayat mungkin hati kita saat mendengar kabar tersebut. Tapi itulah faktanya, ekonomi yang makin sulit memaksa beberapa orang mengambil jalan berani untuk melawan himpitan itu dengan memilih jalan bunuh diri.
Berita warga bunuh diri karena himpitan ekonomi terdengar sangat kontradiksi dengan berita-berita yang kita dengar keluar dari istana negara, bahwa pertumbuhan ekonomi kita baik, pembangunan infrastruktur lancar, dan harga bahan makanan pokok stabil. Kenyataannya di masyarakat kasus kemiskinan masih begitu banyak ditemukan, bahkan sampai berakhir mengenaskan. Jelas ada yang salah dengan penanganan pemerintah dalam urusan mengelola perekonomian ini.
Jika hari ini kita buka rubrik ekonomi pada surat kabar, pastilah mata kita serasa tercolok. Ada kalimat besar-besar ditulis pada headline, neraca perdagangan kita mengalami defisit terburuk dalam 5 tahun terakhir. Tak lama beberapa hari lalu, para petani membuang cabainya, mereka protes karena apa yang mereka tanam begitu tidak dihargainya oleh pemerintah. Hari ini gula impor masuk besar-besaran membanjiri pasar NKRI karena tidak mampunya pemerintah mengatur regulasi gula nasional. Petani padi pun banyak yang menjerit, lahannya tak dapat lagi digarap karena kering, irigasi jebol.
Tak kalah vokal, emak-emak pun banyak yang bersuara sebab dapurnya tak lagi ngebul, bahan makanan sulit dicari dan mahal. Telur, tahu, tempe, daging dan bawang adalah sedikit dari contoh bahan yang selalu mengalami gejolak harga.
Dimana kekuatan ekonomi kita? Dimana kemampuan pemerintah mengendalikan harga? Mana janji swasembada pangan yang digembar-gemborkan? Ternyata semuanya nihil. Satu-satunya yang tersisa untuk kita konsumsi tak lain adalah luka dan duka, sebab daya beli tak mampu lagi menjangkau harga.
Adakah pemerintah memikirkan ini? Ah mungkin benar orang-orang bahwa dia sibuk kerja, sampai-sampai lupa memikirkan nasib negara ini. Lupa ada anak bangsa yang urung tiba di sekolah sebab sangat lapar perutnya, ada anak bayi yang terus merengek sebab tak kunjung datang susunya, ada ayah yang menangis karena bingung akan nasib keluarganya. Sepertinya presiden mesti berhenti dulu kerja,kerja,kerja agar memiliki waktu berpikir bagaimana cara mengelola negara ini agar tidak lagi terseok-seok secara ekonomi.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H