Mohon tunggu...
Disti Annisa
Disti Annisa Mohon Tunggu... -

Pencinta hujan rintik-rintik

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Membebaskan Corby Sama dengan Menghina Bangsa Sendiri!

7 Februari 2014   19:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:03 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si gembong narkoba dari Australia, Schapelle Leigh Corby memeroleh pembebasan bersyarat (PB) dari hukuman 20 tahun penjara. Pihak yang membebaskan tidak lain adalah pemerintah Indonesia. Layak jika langkah pemerintah RI yang ambigu dan tidak berdasarkan alasan yang jelas ini memanen kecaman dari rakyat Indonesia sendiri.

Seperti telah diketahui umum bahwa Corby merupakan terpidana yang dihukum 20 tahun penjara karena hendak menyelundupkan 4,1 kg ganja ke Bali pada 8 Oktober 2004. Dalam proses menjalani hukumannya ia sempat bikin geger karena mendapatkan pengurangan hukuman 5 tahun dari Presiden SBY.

Pemerintah ambigu karena di satu sisi sering mengaku dirinya menegakkan hukum, di sisi lain memberikan keringanan hukuman kepada penjahat narkoba kelas kakap. Konon pemerintah mengklaim diri giat memberantas kejahatan narkoba, tetapi itu sebatas auman macan ompong belaka dengan memberikan PB kepada Corby.

Kejahatan narkoba sebenarnya merupakan kejahatan yang harus mendapatkan perhatian sangat serius seperti halnya kejahatan terorisme, korupsi, separatisme, dan kejahatan dengan pelaku pejabat negara.

Narkoba sangat potensial membuat anak-anak bangsa menjadi bodoh, malas, jahat, dan hampir tak ada gunanya lagi. Itulah dampak yang mengerikan dari penggunaan narkoba yang ilegal.

UU sebetulnya telah memagari anak-anak bangsa dengan mencantumkan hukuman pidana maksimal yang dapat dilakukan negara, yaitu hukuman mati. UU itu telah banyak memakan korban dengan dijatuhkannya vonis mati kepada beberapa pelaku tindak kriminal ini.

Alasannya tidak dapat diterima

Pemerintah amat yakin bahwa keputusan pemberian PB itu adalah langkah yang benar dan adil. MenkumHAM dengan gagah berani mengatakan, "Kami adalah (warga) negara yang bermartabat, kami negara hukum, tidak mencari popularitas, tidak takut kritikan, kami menegakkan aturan," kata Amir di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (Kompas.com, 7/2/2014).

Bagaimana mungkin alasan itu dikatakan sebagai menegakkan aturan dengan cuma mendasarkan diri kepada alasan pembenar dibebaskannya Corby? MenkumHAM mestinya menengok alasan yang lebih substansial yang justru akan membuatnya bertindak sebaliknya kalau ia memiliki sense of crisis dalam hal bahaya narkoba.

Ia mestinya justru mendorong dijatuhkannya hukuman maksimal terhadap public enemy rakyat Indonesia ini. Alih-alih melindungi keselamatan bangsanya sendiri, ia malah memberikan keringanan kepada penjahat yang mencelakakan bangsanya sendiri. Inikah yang ia sebut “menegakkan aturan”?

Kalau seperti itu cara berpikirnya, betapa akan banyak penjahat-penjahat narkoba diberikan keringanan di masa yang akan datang. Betapa banyak pula penyelundupan, peredaran dan penyalahgunaan narkoba nanti.

Menghina bangsa sendiri

Keputusan pemberian PB itu sama halnya dengan menghina bangsa sendiri. Hal ini karena Corby adalah warga negara asing. Sehingga bukan merupakan kesan lagi kalau bangsa kita lebih menghargai bangsa asing daripada bangsa sendiri. Sedangkan kepada bangsa sendiri yang jelas-jelas menjadi korban peredaran narkoba internasional dihina dan dilecehkan.

Momentum PB itu juga menimbulkan kecurigaan yang masuk akal. Sejak awal Australia yang merupakan negara asal Corby telah menekan Indonesia untuk membebaskan Corby. SBY terkesan takluk dengan memberikan grasi. Kini luka hati bangsa Indonesia semakin perih menyaksikan tingkah-polah pejabat di bidang hukum.

Perasaan sakit hati bangsa Indonesia menjadi berlipat manakala mengingat pelecehan-pelecehan pemerintah Australia dari dulu hingga sekarang terhadap bangsa Indonesia. Mulai bentuk pemberian suaka separatis Papua, penyadapan pejabat negara Indonesia, kepongahan pejabat Australia yang menghina Menlu Indonesia, sampai pelecehan yang baru-baru ini mereka lakukan dengan melanggar batas wilayah kedaulatan Indonesia. Pelecehan itu bukannya dilawan dengan cara menjaga kewibawaan negara, namun malah tunduk kepada tekanan Australia.

Sepertinya dengan sikap pemerintah Indonesia yang mlempem terhadap pelecehan Australia itu tersirat ada suatu bargaining yang menguntungkan orang-orang tertentu yang tidak menguntungkan rakyat. Apa untungnya rakyat Indonesia dengan diberikannya PB itu? Apa ruginya bagi bangsa Indonesia  jika Corby yang penjahat itu dihukum berat? Ada apa sebenarnya dengan pemerintah kita?

Bentuk pecehan akibat pemberian PB itu juga terlihat ketika para wartawan asing yang hendak mewawancarai Corby. Para wartawan tersebut lebih tertarik pada cerita dari sisi penjahat daripada sisi penistaan bangsa Indonesia sendiri. Lihatlah, betapa naifnya mereka yang konon berani membayar hingga US$ 1 juta hanya untuk dapat mewawancarai Corby.

Tak heran akibat ulah pejabat kita yang tidak menjunjung integritas hukum nasionalnya, banyak warga negara Indonesia dipandang sebagai manusia yang hina bila berhadapan dengan hukum di negara-negara lain, seperti di Arab Saudi, Malaysia, Hongkong, Singapura, Australia, atau negara-negara lainnya.

Sampai kapan kita terus memiliki pejabat-pejabat yang tidak mampu bermental nasionalis yang tidak mlempem seperti krupuk terkena angin?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun