Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus 2019 atau Coronavirus disease 2019, disingkat Covid-19) di seluruh dunia untuk semua Negara. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Wabah Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Â Semenjak keluar virus ini semua akses jalan ditutup, sekolah diliburkan, bahkan banyak pekerja yang di PHK, melalui pandemi inilah sistem ekonomi khususnya Indonesia melonjak turun dan tidak beraturan. Masalah ekonomi ini juga menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu.
 Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004-2021 ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ranah personal. Terlebih di tengah pandemic Covid-19 ini, faktor ekonomi menjadi penyebab utama adanya kekerasan dalam rumah tangga, karena, aktivitas ekonomi yang berkurang. Banyak pekerja yang di PHK sehingga menyebabkan tidak adanya pemasukan pada ekonomi keluarga. Hal ini memicu tekanan, emosi serta stres karena memikirkan biaya hidup sehari-hari dan dapat berujung pada kekerasan fisik untuk melampiaskan emosinya.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini berdasarkan survei yang menjaring 2.285 responden sepanjang April-Mei 2020. Sebanyak 80 persen responden perempuan dalam kelompok berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan mengatakan bahwa kekerasan yang mereka alami cenderung meningkat selama masa pandemi. Secara umum, survei online itu mencatat kekerasan psikologis dan ekonomi mendominasi bentuk KDRT.
Ketidakadilan gender menyebabkan banyak bentuk diskriminasi di berbagai lingkup termasuk keluarga. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Contoh kekerasan yang sering terjadi dalam keluarga adalah KDRT dan sebagian besar korbannya adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami. Kasus KDRT ini menimbulkan banyak dampak negatif bagi korban, baik dari segi fisik maupun psikis.
Ada berbagai cara untuk menangani kekerasan dalam rumah tangga ini, seperti bercerita pada orang terdekat, menghubungi layanan konseling atau lembaga-lembaga yang menyediakan bantuan kasus KDRT. Â Selain itu perlu dilakukan upaya atau solusi dalam memenuhi hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dimana harus diakui keberadaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H