Upacara ini terdiri dari seorang imam sebagai pengantara Tempon Telon, menjadi pemimpin liau itu. Di dalam nyanyian imam itu melukiskan bagaimana Tempon Telon mengemudi perahu yang dinaiki para liau melintasi segala macam bahaya. Upacara ini berakhir pada pagi hari, waktunya para liau dipandang sebagai sudah tiba di Lewu Liau.
Hari kedua, disebut Andau Kabalik, hari kurban manusia. Pada hari itu dahulu dikurbankan budak-budak, tetapi kemudian diganti dengan kerbau. Kurban ini dimaksud untuk menjadikan jiwa budak itu melayani para liau di alam baka.
![Keterangan Foto: Kerbau hewan kurban yang digunakan dalam ritual Tiwah. Foto ini diambil sebelum masa pandemi (sumber: pariwisataindonesia.id).](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/01/27/pariwisataindonesia-id-6010b9698ede482974295242.jpg?t=o&v=555)
Dalam ritus yang lengkap terdapat upacara pemakaman tulang-tulang dari para mediang. Tulang-tulang yang telah dibakar (tetapi belum habis menjadi abu), dikumpulkan dan dimasukan ke dalam sandong.
Mengutip F. Ukur, maksud pembakaran tulang itu adalah sebagai penyucian dari segala kenajisan, kelemahan, kekotoran, kesialan dan sebagiannya sehingga tidak bercacat. Selain untuk menyucikan, dengan pembakaran itu mereka dinobatkan menjadi Sangiang atau Saniang (F. Ukur, 2001: 49).
Hari keempat, diperuntukan bagi para wanita lagi. Mereka mempersiapkan untuk hari berikutnya, yaitu puncak Tiwah.
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI