Dalam bagian dua saya telah menjelaskan tentang filosofi balale', maka pada bagian ketiga ini saya akan menegaskan nilai penting dalam filosofi orang Dayak tentang hakekat dari relasi manusia dengan sesamanya, yang tentunya memiliki banyak konsep-konsep yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Nilai budaya yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya, artinya bahwa orang harus berpedoman pada penatua adat dan orang-orang yang berpangkat tinggi. Nilai ini ada aspek positifnya, tetapi ada pula aspek negatifnya.
Aspek positif dari nilai budaya ini ialah bahwa masyarakat mudah diajak ikutserta dalam pembangunan dan perkembangan oleh pejabat-pejabatnya yang memberi teladan yang baik. Sedangkan aspek negatifnya ialah bahwa nilai ini juga dapat menghambat pembangunan, karena nilai ini bisa menghambat berkembangnya tema berpikir yang mementingkan tanggung jawab sendiri dan disiplin murni.
Tak adanya sikap yang mementingkan tanggung jawab sendiri dan disiplin murni juga merupakan akibat dari suatu nilai gotong royong. Karena nilai-nilai gotong royong menyebabkan orang mementingkan konsep pembagian meluas dan sedapat mungkin juga merata sehingga seringkali orang dibayang-bayangi oleh pikiran ketergantungan pada lingkungan sosialnya.
Nilai gotong royong seringkali juga menghambat pembangunan karena menimbulkan gagasan bahwa kemajuan warga komunitas juga harus sama dan merata. Dengan demikian individu acapkali tak diperkenankan maju mendahului dan menonjol di atas yang lain meskipun sebenarnya dalam sains, teknologi dan ilmu pengetahuan justru hasil karya individu-individu yang menonjol merupakan penunjang terpenting dari pertumbuhan ekonomi.
Dalam masyarakat suku Dayak meskipun terdapat filosofi balale' dan konsep sama-rata-sama-rasa serta menjunjung tinggi nilai gotong royong, namun dalam kenyataannya mereka tidak mementingkan konsep pembagian meluas yang sedapat mungkin juga merata. Hal itu dapat dilihat pada bangunan rumah panjang itu sendiri.
Bangunan rumah panjang yang terdiri dari kamar-kamar dan dikerjakan secara gotong royong itu tidak sama ukurannya antara kamar yang satu dengan yang lain. Ada besar, ada kecil sesuai dengan kemampuan keluarga yang menghuni kamar itu. Juga mengenai bahan bangunan yang digunakan jenisnya tidak sama dan yang jelas pemeliharaan masing-masing kamar menjadi tanggung jawab masing-masing keluarga yang menghuninya dan bukan secara bersama. Jadi dalam rumah panjang yang kelihatannya menjadi milik bersama, menjadi tanggung jawab secara bersama, kenyataannya tidaklah demikian. Hak dan tanggung jawab pribadi tetap dipertahankan.
Bagaimanapun filosofi balale' dan nilai budaya gotong royong dalam arti yang umum justru menjadi syarat perkembangan dan pembangunan suku Dayak. Karena di dalam nilai ini terkandung pula konsep yang menganggap penting sikap tenggang rasa dan kepekaan untuk tidak berbuat semena-mena terhadap sesama manusia. Filosofi budaya seperti ini penting untuk menanggulangi persoalan-persoalan kehidupan masa kini, karena memungkinkan orang untuk bekerja sama dengan sesamanya secara mudah, untuk bersikap toleran terhadap sesamanya yang berkeyakinan lain. Dan sebagaimana dikatakan, mental yang perlu untuk perkembangan dan pembangunan harus bisa berorieantasi ke sesamanya, menilai tinggi kerja sama dengan orang lain, tanpa meremehkan kwalitas individu dan menghindari tanggung jawab sendiri. Mental seperti ini sebenarnya sudah terdapat pada masyarakat suku Dayak.
Dengan demikian filosofi orang Dayak tentang hakekat dari relasi manusia dengan sesamanya, terdapat banyak konsep-konsep atau pun nilai-nilai yang sebenarnya bisa dimurnikan dan dikembangkan guna mendukung proses perkembangan dan pembangunan manusia Dayak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H