Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Peduli Itu Gak Harus Nunggu Orang Lain

13 April 2016   14:49 Diperbarui: 13 April 2016   21:01 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di perumahan, di jalanan, tempat-tempat umum waaah rasa peduli ini sangat sulit kita dapatkan. Masing-masing merasa itu tanggung jawab yang lainnya. Melihat sampah di jalan, semua tidak ada yang mau memungut dan membuangnya ke tempat sampah. Sehabis sebuah acara, car free day, bazar, sholat ied, pasar kaget, sudah jamak kita jumpai sampah bertebaran di mana-mana. Belum lagi orang-orang yang dengan seenaknya membuang tissue, botol minuman, bungkus makanan dari jendela mobilnya, meskipun mobilnya mewah sekalipun tetapi hatinya miskin.

Peduli itu datangnya dari diri sendiri. Bahkan dalam Islam diajarkan dengan membuang duri di jalanan akan diganjar dengan pahala. Tetapi ajaaran-ajaran itu sekarang hanya klise. Lu lu gue gue. Lu ngerjain sukur gak lu kerjain ntar juga ada yang ngurusin. Urus masing-masing deh.

Banjir adalah salah satu akibat dari minimnya kepedulian saat ini. Dulu kita di kampung-kampung masih mengenal siskamling, gotong-royong sebulan sekali membersihkan got, parit, selokan di sekitar kita. Sekarang, jenis sampah plastik meningkat, sementara kegiatan gotong-royong membersihkan lingkungan tidak ada lagi. Sangat wajarlah jika hujan sebentar saja, hampir di seluruh kota-kota di negeri ini banjir. Paritnya yang dalam semeter tinggal 5 cm yang bisa dialiri air, bahkan di beberapa tempat sudah mampet sama sekali, tertimbun dengan sampah, buangan bekas pasir, semen, pembangunan ruko dsb.. 

Parit-parit ditutup untuk dijadikan tempat berjualan di atasnya. Sampah jualan dibuang ke selokan. Di sisi lain, dari lurah, camat, bupati, walikota setempat tidak ada program membersihkan seluruh selokan yang ada. Dan mengangkut sampah, pasir, tanah yang sudah dibersihkan dari selokan tadi. kalau dibersihkan tetapi tidak langsung diangkut ke pembuangan sampah, ya sama saja lama-lama akan masuk lagi ke selokan tadi. Selesai semua.

Kepedulian sangat jauh dari kehidupan kita saat ini. Memberikan bangku-bangku bagi ibu hamil, perempuan di kendaraan umum. Baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan persaingan yang terjadi di gerbong-gerbong khusus perempuan di kereta lebih sadis lagi. Banyak perempuan yang lebih nyaman naik gerbong campuran daripada mereka naik di gerbong khusus. Karena tingkat egoismenya sangat tinggi. Tingkat kepedulian lelaki kepada perempuan, anak-anak, orang tua di gerbong campuran lebih baik dibandingkan kepedulian perempuan.

Trus ke mana lagi kita. Demikian juga dalam antrian. Di depan lift, begitu lift terbuka, buru-buru orang yang mau naik ngeblok, masuk ke dalam lift yang terbuka, sementara orang yang di dalam belum keluar. Bahkan yang ada troli barang pun menjadi kesulitan untuk keluar. Di parkiran begitu juga, orang yang mau keluar diblok oleh orang yang mau masuk sehingga menimbulkan antrian panjang. Di jalanan apalagi, pejalan kaki diserobot haknya oleh pemotor. Pemotor diblok oleh yang bawa mobil. Angkutan umum menunggu penumpang di dalam gang yang nun jauh di sana. Begitu sampai di mulut gang, dengan merasa tidak bersalahnya, gak merasa ditunggu, yang jalan kaki tadi melengos tanpa mengatakan tidak kepada angkot tadi, tapi cuek aja berlalu membiarkan kemacetan panjang akibat sopir tadi menunggunya.

Memupuk kepedulian ini memang susah-susah gampang. Didasari oleh sifat sabar, kepedulian akan menjadi kebiasaan. Tanpa memedulikan orang lain, selama yang kita lakukan itu benar, ia akan menghasilkan bangsa yang harmoni. Semua saling menghargai, semua saling peduli dan turun tangan membantu kesulitan dan masalah yang ada.

Kita tidak bicara agama, suku, golongan di sini. Kepedulian itu datangnya dari HATI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun