Masyarakat di Indonesia telah akrab dengan media massa. Fenomena ini mulai tampak sejak tahun 1998 ketika terjadi reformasi. Masyarakat merasakan perbedaan dalam diri mereka di mana semula pada era Orde Baru kebebasan media sangat terbatas, sangat tidak leluasa, namun kini menjadi begitu terbuka dan amat bebas. Masyarakatpun mengalami banyak perubahan dalam cara hidup mereka. Kita menyaksikan, setiap keluarga minimal memiliki 1 televisi dirumah masing-masing.
Setiap orang kemana-mana membawa mobile-phone bahkan berlomba-lomba membeli jenis-jenis merk handphone yang semakin lama semakin canggih kemampuan penggunanya dan semakin anekaragam tampilannya. Televisi merupakan media yang paling akrab dengan masyarakat dimanapun dia berada termasuk di Indonesia. Televisi setiap harinya menayangkan berbagai iklan komoditi yang tanpa terasa dia merayu, memaksa para pemirsa untuk menyimaknya tanpa bisa merefleksi semua tawaran-tawaran yang diiklankannya. Masyarakat termanipulasi dan hanya menjadi The Silent Majority tanpa bisa menolak tawaran-tawaran "menarik" tersebut.
Maka tanpa disadari masyarakat telah menjadi semakin konsumenistik, hedonistik dan berubah menjadi individu-individu baru. Bagi masyarakat yang konsumenistik, media massa menjadi begitu penting. Globaisasi terjadi karena kekuasaan media terutama dalam tayangan-tayangan iklannya. Media massa canggih dapat menciptakan berbagai macam realitas virtual yang sangat memukau sehingga masyarakat seakan akan melihat realitas sesungguhnya. Itu sebabnya kita dapat menyaksikan fenomena-fenomena massal dimusim liburan tiba, dimana di Indonesia terutama kota-kota besar di pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, juga di pulau-pulau lain Sumatera misalnya seperti kota Medan dan kota-kota lainnya menjadi lautan belanja. Semboyannya "kita wajib belanja", hidup adalah belanja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H