Mohon tunggu...
Disa Nur Agnia Salsabilla
Disa Nur Agnia Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Indonesia - Universitas Pendidikan Indonesia

Saat Suara Dibungkam, Tulisan Adalah Satu-Satunya Jalan Menuju Kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengimplementasian Budaya Sunda sebagai Wujud Pelestarian dan Prinsip Pembelajaran Tanggap Budaya

8 Maret 2024   06:04 Diperbarui: 8 Maret 2024   06:47 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebudayaan Sunda mengacu pada seluruh warisan budaya yang berkembang di wilayah Sunda. Silih asih, Silih asah, Silih asuh adalah sebuah konsep yang umum digunakan dalam budaya Sunda yang mewakili nilai-nilai penting dalam hubungan sosial dan budaya. Silih asih mengacu pada rasa saling cinta, kasih sayang, dan rasa hormat. Hal ini menekankan pentingnya kasih sayang, empati, dan kepedulian terhadap kebutuhan dan kepentingan orang lain. Lantas bagaimana cara kita sebagai masyarakat Suku Sunda untuk dapat tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan Sunda yang semakin hari semakin terancam keberadaannya oleh dampak besar dari pengaruh globalisasi?

Menjaga dan melestarikan budaya dapat dilakukan dengan cara penanaman unsur-unsur budaya sejak dini yang dijadikan sebagai suatu kebiasaan. Pengimplementasian kebudayaan Sunda di lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan cara pengaplikasian budaya sunda yang senantiasa menjunjung tinggi sopan santun, pembiasaan hari nyunda dimana seluruh warga sekolah diharuskan menggunakan pakaian sunda dan berbahasa Sunda. Selain itu, pembuatan aksara sunda dan praktik tarian atau nyanyian sunda dalam mata pelajaran muatan lokal juga dapat dijadikan sebagai bentuk pengimplementasian kebudayaan Sunda di lingkungan sekolah.

Lalu, Pengimplementasian kebudayaan Sunda di lingkungan kelas dapat dilakukan dengan cara pengaplikasian tadarus Quran sebelum memulai mata pelajaran sebagai perwujudan nilai nyantri, pembiasaan literasi di jam ke-0 sebagai bentuk perwujudan nilai nyakola, dan pengkombinasian penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda oleh peserta didik dan pendidik di kelas juga dapat dijadikan sebagai bentuk perwujudan nilai nyunda di lingkungan kelas.

Terakhir, engimplementasian kebudayaan Sunda juga dapat dilakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat dengan cara penggunaan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari, menjunjung tinggi sopan santun terhadap orang tua dan keluarga, pengaplikasian budaya sunda seperti melaksanakan kegiatan liliwetan, yang selain sangat mencitrakan budaya Sunda, juga dapat menjadi ajang silaturahmi antar keluarga. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk perwujudan nilai kudu someah, hade ka semah.

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, saya merasa bahwa benar semakin hari pengimplementasian Budaya semakin berkurang, contohnya adalah kurangnya interaksi sosial secara langsung yang biasanya dilakukan oleh anak-anak dalam melakukan permainan tradisional yang kini tergantikan oleh penggunaan gawai, hal tersebut tentu sangat memprihatinkan. Namun, satu hal yang bisa saya garis bawahi adalah, nilai-nilai bahasa, cara bicara, etika, sopan santun, dan nilai gotong royong yang rupanya hingga saat ini masih senantiasa terimplementasikan pada kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda. Tentu saja hal ini menjadi suatu kekayaan budaya yang patut dijaga, karena dengan melekatnya budaya atau tradisi tersebut, identitas masyarakat Sunda akan senantiasa terjaga kelestariannya di segala penjuru negara maupun dunia.

Sebagai calon guru profesional, tantangan terbesar dalam pengimplementasian dan pelestarian budaya merupakan hal yang sangat mungkin terjadi, hal ini muncul dari media dan metode pembelajaran yang menuntut guru untuk berinovasi melalui canggihnya teknologi dan informasi yang secara tidak langsung akan melunturkan nilai-nilai kebudayaan yang semestinya melekat. Maka dari itu, diperlukan prinsip Culturally Responsive Teaching sebagai prinsip pembelajaran yang tanggap budaya. Dimana setiap pembelajaran itu harus mengandung unsur-unsur budaya yang menjadi hak setiap peserta didik tanpa membedakan latar belakangnya. Dengan adanya prinsip ini, guru juga diharapkan dapat memperkenalkan kebudayaan secara tidak langsung dan berkelanjutan bagi peserta didik agar senantiasa mengenal kekayaan budaya Sunda yang dimilikinya untuk selanjutnya dapat menjadi sebuah tradisi yang diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun