Mohon tunggu...
Diana Santi
Diana Santi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis adalah Refreshing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revolusi Mental Pembantu Rumah Tangga, Perlukah?

9 Agustus 2014   05:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penculikan bayi jadi berita hangat di media beberapa hari terakhir ini. Kabar tentang penculikan dan pembunuhan bayi adalah kabar yang sangat mengerikan.  Dua kasus yang sedang hangat diperbincangkan adalah penculikan yang dilakukan oleh pembantu rumah tangga (PRT). Ironis!

Adanya PRT di sebuah keluarga biasanya  berawal dari adanya kurangnya personil yang mengurus tetek bengek urusan rumah tangga seperti mencuci, setrika, memasak, membersihkan ruangan dan menjaga anak anak.  Keputusan untuk  " mempekerjakan" PRT  yang paling umum diambil oleh keluarga yang Pasutri-nya bekerja diluar rumah. Jadi, dengan adanya PRT, diharapkan bisa membantu operasional sehari hari keluarga supaya berjalan lancar. Keluarga majikan happy, pembantu juga bisa dengan happy menjalankan tugasnya.

Proses mendapatkan pembantu pun bukan hal yang sepele. Banyak kisah lika liku dibalik acara hunting PRT. Ada yang minta tolong saudara di kampung halaman. Ada yang minta tolong teman sekantor dengan pasang status di BBM atau Facebook :" Please PM ya kalo ada yang punya stok pembokat".  Hehe..   Ada juga yang minta bantuan Yayasan Penyalur PRT yang menjamur di Ibukota. Itu baru cara mencarinya sumber pemasok PRT...

Nah, setelah itu urusan rupiah untuk mendapatkan PRT juga rumit. Ada PRT yang langsung minta DP seperti Dealer kendaraan bermotor, hehe..   Ada juga calon majikan yang harus jemput PRT di Pelabuhan, Stasiun Kereta Api, atau Terminal Bis. Ongkosnya ditanggung calon majikan. Calon PRT tinggal duduk manis dan menanti calon majikan menjemputnya bak Sang Puteri dijemput Pangerang. Ups! (agak lebay ilustrasinya ya. Maaf!). Betapa istimewa nya PRT. Belum tentu calon majikan mau jemput kerabat  dekat yang datang dari kampung halaman tetapi untuk PRT semua dilakukan. Sekali lagi demi operasional rumah tangga. Hmm..  Saat ini gaji PRT pun sangat menggiurkan. Menurut informasi teman teman saya,di kawasan perumahan standar biasa menggaji antara 500ribu - 700 ribu per bulan, sedangkan  untuk PRT di Kompleks Perumahan elite bisa mencapai 1 juta per bulan. Bahkan ada teman yang tinggal di Apartemen menggaji pembantunya 2 jt per bulan! Ck..ck.. ck.. fantastis! Atas nama operasional rumah tangga, berapa rupiah pun akan diusahakan untuk PRT.

Memang, pekerjaan PRT yang menginap di rumah majikan itu bisa dikatakan 24 jam. segala jenis pekerjaan disikat habis tiap hari. PRT yang rajin dan baik hati akan dipertahankan mati matian oleh majikannya. Bahkan kadang sedikit dimanja. Maksudnya supaya betah. Ada keluarga yang  beruntung memiliki pembantu yang turun temurun, mulai dari neneknya, ibunya, anaknya, keponakannya, budenya dari trah yang sama. PRT nya awet, gak akan ganti orang lain. Tetapi lebih banyak keluarga yang gonta ganti PRT dengan berjuta alasan. PRT nya kaburlah, mencurilah, gak betah lah atau pulang kampung dan tak kunjung kembali seperti janjinya. Kehilangan PRT biasanya dirasakan menjelang, selama dan setelah Hari Raya.  Keluarga heboh berusaha cari PRT (lagi). PRT jinak jinak merpati. Duh... rumitnya!

Mengingat visi utama memiliki PRT adalah untuk menolong operasional sehari hari keluarga, bukan cuma cuma pula alias digaji, mestinya PRT bisa menjalankan tugasnya dengan wajar saja. Sangat ngeri mendengar PRT menculik dan bahkan tega membunuh anak majikannya sendiri. Visi Majikan gagal total. Bukannya operasional rumah tangga lancar, ini malah dapat petaka. Urusan mental memang urusan masing masing orang. Tetapi mungkin PRT juga memerlukan revolusi mental. PRT yang pernah merasakan bangku sekolah mungkin pernah mendapatkan pelajaran Agama dan Budi Pekerti. Atau PRT yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal tetap pernah mendapat didikan dari orangtuanya. Lalu kenapa kasus mengerikan itu bisa terjadi  dan terulang lagi?

Revolusi mental yang didengungkan Presiden terpilih Jokowi semoga saja tidak hanya menyentuh kalangan atas, kalangan berpendidikan, kalangan majikan, tetapi juga kalangan PRT. Media juga diharapkan berperan dalam revolusi mental khususnya untuk PRT karena apa yang dilihat, ditonton, dan dibaca dari layar kaca khususnya, dapat saja mempengaruhi attitude seseorang.

Semoga PRT mau melakukan tugasnya dengan tulus dan ikhlas.  Semoga tidak lagi terulang kejadian yang memilukan itu. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun