Mohon tunggu...
Diana Santi
Diana Santi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis adalah Refreshing

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kita, Suka Berkomentar Miring

28 Oktober 2014   14:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:28 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut saya, tidak semua hal perlu dikomentari. Itu menurut saya lho. Tetapi kenyataannya, saya menemukan bahwa lingkungan kita di Indonesia ini terlalu "ramah" dan terlalu "peduli" dengan urusan orang lain. Hal kecil pun tak luput dari komentar.

Di lingkungan kantor misalnya, gaya berpakaian teman kerja bisa jadi trending topic seharian penuh. Kadang-kadang jadi sulit membedakan antara komentar dan ke-iri-hati-an. Hehe.. Coba bayangkan.. hanya soal gaya berbusana saja dapat memicu permusuhan antar teman. ih! Kan enggak banget yaa... seperti kurang kerjaan ya. Belum lagi soal promosi jabatan seorang teman yang selalu saja dihadiahi komentar miring. Susah sekali untuk ikut bahagia bersama orang yang bahagia. Lagi lagi ini ada hubungannya dengan iri hati. Bukannya mempelajari sebab teman mendapat promosi, malah menciptakan gosip. Yaahh..Itu lah kita.  Kita, suka berkomentar miring.

Di lingkungan rumah, kita juga sering menemukan masalah yang asalnya dari komentar segelintir orang. Tetangga jadi saling tak menegur. Ujung-ujungnya bermusuhan . Bahkan di dalam rumah kita pun tak luput dari salah paham gara-gara komentar yang tak pas.Kita sebenarnya tahu akibat dari komentar miring tetapi kita terus melakukannya seolah tak bisa melepaskan diri dari kebiasaan itu.

Beberapa hari terakhir ini saya khusus memperhatikan komentar kita-kita soal sepak terjang Jokowi Presiden baru kita.  Soal pengumuman kabinet mendapat begitu banyak komentar. Sayangnya komentar itu tak selalu datang dari ahlinya. Justru lebih banyak orang yang "merasa" ahli dan berkomentar seolah yang paling benar dan lebih pandai dari Jokowi (tepok jidat!).  Untuk sesuatu yang belum terjadi pun sudah bisa dikomentari lho! Hehe.. hebat kan...? Semua orang seolah sedang membenarkan dirinya sendiri waktu mengomentari orang lain. Heran deh... Apakah sulit bagi kita untuk diam mengamati kondisi yang sedang terjadi dan tidak menduga negatif sesuatu yang belum terjadi? Kita selalu terpancing untuk berpendapat. Dan... biasanya pendapatnya miring.

Soal pemilihan menteri-menteri kabinet kerja yang baru dilantik menjadi sasaran empuk komentator , baik yang profesional maupun amatir.  Meski tak semua keputusan Jokowi-JK itu benar, tapi kita bisa kok berpendapat positif. Misalnya: Ibu Rini Sumarno yang dianggap ada sedikit terkait kasus yang berurusan dengan KPK, kan kita bisa saja memegang  dan membuktikan pujian Jokowi yang bilang bahwa Ibu Rini adalah Pekerja keras yang super cepat.  Atau tentang Ibu Susi Pudjiastuti yang tak tamat SMA, kan kita bisa berpikir positif bahwa tak melulu ijazah yang dijadikan jimat untuk dapat posisi menteri tetapi keringat, kerja keras dan pengalaman. Nah... sebenarnya gampang lho memutarbalikkan komantar negatif jadi positif, asal ada kemauan dan menyingkirkan iri hati.

Di Indonesia masih banyak kok pejabat, artis, dan para ahli yang komentarnya selalu positif. Orang yang komentarnya gak miring akan terlihat kualitas hidupnya.  Ada baiknya kita tiru mereka supaya komentar kita bisa membangun orang lain dan bukan malah menjatuhkannya.Ada hal yang perlu dikomentari tetapi ada lebih banyak hal yang sesungguhnya tak memerlukan komentar kita sama sekali.

Benarlah kata pepatah yang bilang :  Penonton lebih jago daripada pemain

Hahahahaaaa....!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun