Tulisan ini diambil dari kisah nyata.
Hahahaaa.. Kalimat pembuka seperti awal pemutaran film di Bioskop!. Tetapi memang benar, kali ini saya menulis pengalaman sendiri bukan pengalaman sahabat saya. Bukan karena kehabisan bahan tulisan lho.. hehe. Ingin juga sesekali mengangkat kisah sendiri.
Pengalaman pahit yang saya alami juga dirasakan oleh sebagian besar orang yang kerjaannya mondar mandir di jalanan seperti saya. Berangkat kerja , sedang kerja dan pulang kerja selalu ada di jalan raya. Sekitar sebulan belakangan ini, banyak pekerjaan tukang yang dilakukan di jalan. Hehe, maksudnya para tukang itu sedang dapat proyek pembangunan jalan, tepatnya Jalan Layang Tendean-Ciledug. Mereka membuat galian galian di jalan sehingga jalanan berlubang. Mereka memberi pembatas atau penutup pada sebagian jalan dan menyisakan sedikit ruang untuk lalu lalang kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Sungguh ini adalah kondisi darurat. Bukan cuma di satu titik, tetapi di sepanjang jalur Tendean ke Ciledug!
Saat ini kalau saudara melewati alur jalan Tendean sampai Ciledug, seru banget rasanya! hahahaa.. seru dibaca : bikin pusing!. Setiap pagi, saat melewati area itu, saya harus berjuang berebut sedikit space supaya kendaraan yang saya kemudikan dapat lolos. Bukan hanya berhadapan dengan sesama roda empat, namun pengendara roda dua yang menyemut adalah lawan yang paling sulit. Walaupun mobil saya jenis city car yang imut imut, tetap saja saya mendapat kesulitan saat rebutan jalan melawan mobil mobil mewah yang se-gede gambreng. Seringkali saya kalah dalam pertandingan itu dan terpaksa mengalah. Hiks! Bayangkan saja, Saya , perempuan dengan berat badan kurang dari 50 Kg dan tinggi kurang dari 160cm harus berebut dengan para pengemudi laki laki yang gagah. Jelas saja kalah... Hahahaaa
Kembali ke Laptop. Tulisan saya ini sebenarnya adalah curhat seorang pengguna jalan yang kini sangat merasa menderita sehubungan dengan pembangunan jalan layang tersebut. Saya mengerti bahwa pembangunan ini adalah salah satu upaya Pemrov DKI untuk mengatasi kemacetan di Ibukota . Tetapi penderitaan ini sudah sangat amat berat (lebay). Berangkat dari (Planet) Bekasi jam 5 pagi menuju daerah Blok M biasanya memakan waktu 1 jam 15 menit sebelum adanya pembangunan jalan layang tersebut. Nah, saat ini berangkat dari Planet yang sama dan waktu yang sama, menelan waktu 3 jam! Luar biasa..... Kebetulan kendaraan saya bermesin manual, jadi bisa dibayangkan betapa pegalnya kaki dan bokong saya. Lengkaplah penderitaan saya... Itu baru perjalanan berangkat, pulangnya pun demikian. Bila tiba Jumat sore, hmm.. disitu saya merasa sedih. Jalanan tambah paraaahhhhhh...!
Jalan yang mengecil dengan volume kendaraan yang buanyak tentu saja mengakibatkan macet. Belum lagi jika ditambah dengan bumbu hujan yang menimbulkan genangan air plus tak berfungsinya lampu lalu lintas. Walaaahh.. Perfecto!
Mungkin inilah pengalaman yang harus ditempuh oleh penduduk Jakarta dan sekitarnya. Untuk mengatasi kemacetan di masa mendatang, harus mengalami kemacetan dimasa sekarang. Saya kurang paham berapa lama pembangunan ini akan selesai. Entah setahun, dua tahun, tiga tahun.. . Saya berharap semoga proyek pembangunan jalan layang ini tak seperti pembangunan yang lalu lalu alias jadi proyek mangkrak. Saya tidak tahu. Yang saya tahu, kaki dan bokong saya ini setiap hari tersiksa. Mereka sudah menjerit minta tolong. Tetapi saya selalu memberi pengertian kepada mereka supaya sabar dengan kalimat begini:
"Bermacet-macet dahulu, Jalan Layang kemudian"
Hehe.. harapan saya, dengan selesainya jalan layang, maka kemacetan akan terobati dan itu akan menjadi kisah nyata. Amin
Salam macet!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H