Mohon tunggu...
Dedy Irawan
Dedy Irawan Mohon Tunggu... Lainnya - Returning Kompasianer

youtube.com/@storidyra | Trainer dan konsultan manajemen @dilantern_ | Stay foolish, stay hungry, selalu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sekali lagi: Mutu!

2 Januari 2025   15:10 Diperbarui: 2 Januari 2025   15:22 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saya termasuk generasi EBTANAS dan UMPTN pada medio 90-an. Ketika Ujian Nasional (UN) diperkenalkan, seingat saya, hal ini pertama kali terjadi di awal pemerintahan SBY periode pertama. Tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu pendidikan agar negara kita setara dengan negara-negara maju dan tetangga. Hal ini tercermin dalam perolehan skor rata-rata nasional dengan tingkat kesulitan soal ujian yang dibobot secara standar nasional, serta teknis pelaksanaan, waktu, metode, pengawasan, penilaian, dan lainnya. Sayangnya, saya tidak memiliki informasi mengenai target-target yang telah ditetapkan, pencapaiannya, dan perbandingannya dengan negara-negara tetangga. Apakah target tersebut tercapai atau tidak kemudian.

Pada masa saya sekolah dulu, kelayakan lulus sangat berbeda dengan UN. Pada masa saya, semua siswa pasti lulus sekolah setelah menempuh EBTANAS. Tetapi ada yang lulus dengan nilai tertinggi, dan ada pula yang hanya mendapatkan nilai rata-rata 3 untuk setiap mata pelajaran. Saya ingat sahabat saya, Yuliani, lulus SD dengan nilai EBTANAS murni (NEM) sebesar 16 saja untuk lima mata pelajaran yang diujikan. Namun masa itu, tidak ada fenomena zikir massal karena stres, jual beli kunci jawaban karena mental instan, apalagi bunuh diri di kalangan siswa karena depresi malu semalu-malunya tak tersalurkan. Juga, tidak marak 'garansi' dari berbagai lembaga les bimbingan belajar untuk siswa akan mudah lulus UN. Karena, semua orang pasti akan menyelesaikan sekolahnya, dengan datang setiap hari, duduk di kelas selama tiga tahun berturut-turut (untuk SMU), dan mendapatkan ijazah di akhir periode belajar meskipun nilai ujian akhirnya tidak mencapai standar nasional. Penentuan kelulusannya bukan hanya selama tiga hari ujian di akhir masa sekolah. Dimana letak keadilannya kalau begitu?

Pada era Mas Nadiem, konsep Merdeka Belajar mengubah sistem ini. UN ditiadakan dan digantikan dengan asesmen nasional yang hanya mensampling kelas pertengahan, bukan kelas akhir. Asesmen ini hanya bertujuan untuk memotret kemampuan nasional siswa tanpa menentukan dan atau mempengaruhi lulus atau tidaknya seorang siswa dari sekolah, yang murni menjadi wewenang sekolah. Namun, lagi-lagi saya juga tidak memiliki informasi tentang target-target yang ditetapkan, pencapaiannya, dan perbandingannya dengan negara-negara tetangga. Apakah target tersebut tercapai atau tidak kemudian.

Kesimpulannya, kita harus membedakan betul antara pemetaan skor nasional kemampuan akademik dengan kelayakan lulus seorang siswa. Pada masa saya, EBTANAS adalah sesuatu yang sangat sakral dan esensial, namun, tidak pernah ada kekhawatiran berlebih mengenai kelulusan dari sekolah. Setiap siswa pasti lulus, dengan hasil terbaiknya masing-masing. Dan peta skor akademik nasional didapat dengan presisi, tidak ada bias. Sekolah unggulan ya nilainya rerata tinggi. Sebaliknya sekolah biasa ya nilainya rerata rendah. Pemerintah harus tegas memutuskan apakah ujian nasional terkait kelulusan (seperti UN) yang kembali diadopsi, atau tidak terkait kelulusan namun diadakan di tengah periode belajar (seperti asesmen Merdeka Belajar), atau tidak terkait kelulusan namun tetap diletakkan di akhir periode belajar (seperti EBTANAS). Semua itu harus mampu menjawab apakah mutu pendidikan nasional kita mengalami perbaikan dan peningkatan sesuai target yang ditetapkan atau tidak pada ujungnya. Bukan karena udang di balik bakwan alias untuk mega proyek pengadaan misalnya. Hehehe... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun