Cukup Tahu Saja
Bumi yang kita pijak masih sama, terus
Langit yang kita pandangi masih sama
Belum ada perubahan sama sekali, yang ada
Cumalah diri kita yang berubah
Lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati
Di sini tidak ada seorangpun yang mendengarkan
Ketika aku menjerit kelaparan dan kesakitan
Di sini pulalah aku di usir karena aku tak pantas
Berada di antara orang-orang yang terpandang
Aku buta oleh antah-berantah hukum yang sulit di pahami
Apalagi oleh otakku untuk bisa di jalani
Aku bingung mengapa harus ada pemimpin!
Mengapa harus ada kaya dan miskin
Aku Cuma bisa tertegun memandangi hedonisme sebagian
Saudara-saudariku di atas hidupku
Tetapi mengapa aku abstrak di mata mereka semua
Mengapa aku di telantarkan begitu saja
Lantas, dimanakah hati nurani mereka?
Di sana-sini kumandang keberhasilan di deklarasikan
Sampai-sampai mulut mereka berbusa-busa
Layaknya penjual obat
Yang tak henti-hentinya berkoar-koar
Hiperbola
Aku pernah berjalan beribu-ribu mil
Hanya untuk menemukan jawaban hidupku
Tetapi yang kutemukan hanyalah
Nihil
Aku ragu sama mereka, sama saudara-saudariku
Yang terpandang dari ujung kepala sampai ujung kaki
Apakah mereka manusia sama seperti aku
Yang hari-harinya memasrahkan diri untuk
Menemukan jawaban hidupku
Tentu tidak ada yang tahu isi hatiku
Yang paling dalam
Remuk berkeping-keping, karena apa!
Yah…itu semua karena aku belum menemukan
Jawaban tentang siapa diriku yang sebanarnya
Tentang siapa pemimpinku yang sebenarnya
Bagaimana rupa dan kelakuannya
Aku masih bingung
Yang kutahu dan akan selalu ku ingat adalah
Pendahulu-pendahulu pemimpinku
Soekarno dan Soeharto
Apakah mereka masih hidup
Sehingga mereka masih saja berada dalam memoriku
Sampai sekarang
Aku ingat jasa-jasa mereka dulu
Mendedikasikan diri
Hidup dan mati mereka buat aku
Tetapi sekarang aku lupa
Sama pemimpinku yang lagi bertengger
Iya sih aku nggak tahu siapa pemimpin sekarang…hehehe
Maklum mereka jarang menginjakkan kaki
Di lumpur yang kotor, apalagi
Datang ke kampung yang super kumuh begini
Pasti yang ada dalam mimpi tidur mereka
Adalah berjalan di atas Red Carpet sama
Teriakkan wartawan yang selalu ingin
Merekam dan mengalbumkan wajah mereka yang
Sampai saat ini hanya
Wajah Soekarno dan Soeharto
Yang ada dalam memoriku
Lucu ya aku tak tahu tuanku sendiri
Masak anjingnya nggak mengenal tuannya
Mungkin nggak di kasih makan ya
Sehingga anjing-anjingnya kelaparan
Lalu berlari ke rumah tetangga
Kan di rumah tuannya nggak ada daging Cuma ada siksaan
Mendingan lari kerumah tetangga saja
Di sana banyak daging terus tuannya sangat saying
Pada anjing-anjing yang malang
Huh…tuanku yang baik kurang apa aku menjaga tidur malammu
Aku duduk di depan rumahmu
Layaknya ksatria yang siap mati untukmu
Mengapa kau di biarkan begini
Di biarkan hidup segan mati tak mau
Oh…mungkin alam akan berbalik bertanya
Wahai tuan besar apakah selama ini engkau sudah memimpin?
Terus mengapa masih ada kelaparan, perselisihan, korupsi, lagi
Bencana di mana-mana
Itulah akibatnya engkau menelantarkan anjing-anjingmu yang setia
Pada hidupmu
Teganya, kau tak membiarkan dirimu
Melebur bersama anjing-anjingmu
Di kesendirian dalam gelapnya dunia
Aku sudah menyerahkan semua pada pemimpinku
Semua kehiddupanku di bumi yang ku pijak
Lalu langit yang sama-sama aku pandangi
Mungkin dalam harapku, suatu saat
Aku akan bisa mengenal dan melihat
Pemimpinku
Dan akan kusimpan dalam memoriku
Seperti nama Soekarno dan Soeharto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H