Mohon tunggu...
Dirnyla Renny Puteri
Dirnyla Renny Puteri Mohon Tunggu... -

“Lisan akan memberikan kesan. Namun saya tuangkan sekelumit sejarah dan pembaharuan pada sahabat saya. Dialah tulisan sederhana, bila berkenan tanamlah ia pada jiwa walaupun hanya satu huruf. Semoga ia tumbuh subur menjadi lisan yang berkesan hingga tersiratlah ia menjadi sebuah pesan.”

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sendu Senja Adik dan Kakak

8 Agustus 2014   17:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:03 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin ketika langkah ini akan menuju ke rumah. Tubuhku mulai gemetar dan tulang-tulang ini merasa gontai. Dari depan Rumah Sakit itu aku terus mendekat tapi mengapa adik dan kakak itu tidak berpegangan tangan. Lalu senja mendadak pucat pasi, senja ikut terkejut seakan ia tak dapat mengeluarkan energi terakhirnya untuk menemani debu mentari yang ingin ikut terlelap malam ini. senja tak dapat lagi berkata-kata, aku pun begitu. Adik dan kakak itu sering ku lihat di depan Rumah Sakit tempatku bekerja. Mereka yang setiap pagi ku lihat sangat menawan dan santainya mengumbar senyum pada kupu-kupu manja serta memegang erat udara kesejukan persaudaraan mereka.

Tapi ada apa pada senja itu?

Ternyata senja itu menarik suasana dari tangisan sang kakak. Di samping kiri mereka ada roda empat yang kian menancapkan gasnya, hingga adik dan kakak itu menghirup asap dari aksi tuan roda empat yang biadab itu. Suara ambulance yang menambah kelam semakin nyata, aroma darah semakin kental dan menusuk ke jiwa-jiwa saksi mata termasuk sang kakak.


"Kakak menyesal dek, melepas tanganmu seharusnya kakak tidak melepas langkah darimu."
akhirnya sepatu baru untuk adik hanya bisa dirasakan kenyamanannya hanya dalam lima jam saja. Sang kakak, oh sang kakak. Adik hanya bisa menitipkan kalimat sederhana.

"Ambillah kak sepatumu, maaf adik tidak izin kepada kakak untuk meminjamnya sekolah hari ini."

Ya, yang ku lihat itu nyata adik dan kakak saling berpegangan tangan seerat-eratnya setelah adik dihantam jauh oleh roda empat berasap itu. kini kain putih adik pun telah lengkap untuk dipakainya di hari raya nanti. Tinggal lah sang kakak yang tidak mempunyai apa-apa di hari Raya ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun