Mohon tunggu...
Dirmawan Hatta
Dirmawan Hatta Mohon Tunggu... profesional -

Pembuat film. Toilet Blues | Optatissimus | Kau dan Aku Cinta Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demit dan Dandaka di Luar Peta NKRI (3)

26 Januari 2014   13:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah hutan-hutan yang dianggap tak bernama dan bertuan di seantero Indonesia adalah Dandaka yang penuh demit dan harus ditaklukkan? Akan lebih baik bila ia dieksploitasi sebesar-besarnya daripada dibiarkan apa adanya? Bagian ketiga dari empat catatan perjalanan menyusuri Sungai Sembakung di Kalimantan Timur.

Istilah gung liwang liwung adalah istilah yang sering dipakai ibu saya dulu sekali, ketika saya masih kecil dan belum ada listrik di rumah saya. Istilah itu dipakai untuk menunjuk tempat-tempat yang (demikian pemaknaan saya sekarang ini) belum terjamah, penuh misteri dan kekuatan-kekuatan gaib yang tidak dikenal. Istilah itu dipakai untuk, misalnya, mendeskripsikan pekarangan rumah seorang kerabat di Jambi yang (waktu itu) masih dikelilingi hutan atau perbukitan Sikapat di utara kampung kami di kaki pegunungan Menoreh di Jawa Tengah yang "isih akeh celenge" (masih banyak babi hutan di sana). Ketika saya menemukan komik-komik R.A. Kosasih yang berkisah tentang keluarga Pandawa, hutan Dandaka tempat pembuangan mereka yang dipenuhi segala macam demit, buta dan lelembut segera mewakili imajinasi saya tentang gung liwang liwung.

Gung liwang liwung adalah segala sesuatu yang tidak/belum terjinakkan dan ditandai dengan benda atau perbuatan yang familiar. Gung liwang liwung adalah wilayah yang tak terkontrol dalam pengetahuan dan karenanya menakutkan. Kepadanya sering kali ditambahkan sejumlah kisah-kisah seram. Sebagaimana gung liwang liwung yang saya rasa tidak mengandung makna harafiah tertentu, akan tetapi lebih merupakan pengesanan atas sesuatu yang tak terperi sebagaimana tersirat dalam bunyi gung, dimana dalamnya kehampaan misteri menyesatkan segala sesuatu, wang wing wung tanpa arah.

Mungkinkah, bahwa gung liwang liwung adalah kengerian yang kemudian mendorong kekuasaan untuk menjinakkan segala sesuatu yang tidak dipahaminya ke dalam pengertian-pengertian yang pada akhirnya menindas segala macam demit, lelembut, celeng dan buta yang ada dalam Dandaka-Dandaka di luar pusat kekuasaan yang merupakan kelanjutan kekuasaan Mataraman Soeharto di seantero Indonesia? Bukankah kisah berdirinya Mataram yang agung itu adalah juga kisah penaklukan gung liwang liwung hutan-hutan Mentaok jua?

Saya membayangkan hutan-hutan Indonesia yang dihabisi hingga sekarang ini. Saya membayangkan sebuah garis yang ditarik dalam sebuah peta Kalimantan di meja para perencana di Jakarta, sembari membubuhkan kategori-kategori semacam masyarakat adat terpencil, desa tertinggal, hutan industri, hutan lindung, kawasan budidaya kehutanan, kawasan budidaya non-kehutanan, cagar alam, taman nasional, jalur hijau, dan seterusnya. Saya membayangkan para kstaria Jawa yang dengan tegar hati berkehendak menjinakkan hutan-hutan Dandaka ini, sembari melawan demit, lelembut dan buto penghuninya.

Dan bersama hutan-hutan yang ditaklukkan ini, para perencana juga mengkapling-kapling kolom air di lautan, mencacah wilayah-wilayah perairan, dan mengeruk isi perutnya, baik di darat maupun di air. Bagi mereka, hutan-hutan dan lautan adalah wilayah tak bertuan, yang legitimasi negara memberikan hak untuk itu. Tapi siapakah negara? Apakah negara yang didirikan bangsa baru ini mendengar ucapan seorang tua di Tujung beberapa hari yang lalu, bahwa pondok-pondok mereka di hutan sudah dibangun jauh-jauh hari sebelum NKRI dan semua Undang-undangnya ditulis?

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun